Benih cinta kasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan telah tertutup oleh nafsu yang begitu membuncah.
(Gulnara Samoilova / Associated Press) |
oleh: Uung Sendana Linggaraja
GENTAROHANI.COM — Hari Jumat, tanggal 15 Maret 2019 yang lalu kita menyaksikan seorang teroris bernama BT melakukan pembunuhan massal di Christchurch, sebuah kota kecil yang damai dan plural di New Zealand. Lima puluh orang terkapar bermandi darah meregang nyawa, puluhan orang lainnya terluka. Yang lebih mencenggangkan dan tak terpikirkan oleh akal sehat kita, BT melaksanakan teror pada orang-orang yang sedang beribadah di masjid dan dengan sengaja mempertontonkan aksinya melalui medsos agar dilihat oleh dunia. Teroris ini telah merencanakan semua dengan rapi.
Ketika persidangan dilakukan, satu hari setelah aksi terornya, dengan mengenakan baju putih dan tangan diborgol, pada saat digiring oleh petugas keamanan, BT dengan wajah menyeringai menunjukkan simbol tertentu dengan tangan. Dia memeragakan tanda "OK" terbalik dengan tangan kanannya. Simbol tangan tersebut—yang memang sering dilakukan dengan disertai seringai—kerap dikaitkan dengan supremasi kulit putih. Jari tengah, jari manis dan jari kelingking, dikatakan mewakili 'W' (white/putih), sedangkan ibu jari dan telunjuk berkumpul untuk mewakili 'P' (power/kekuatan).
Dari sini dapat diketahui bahwa motif utama BT melaksanakan teror adalah ingin menunjukkan supremasi kulit putih. Motif yang bertentangan dengan akal sehat dan kodrat serta hakikat keberadaannya sebagai manusia. Teroris tersebut telah dikuasai oleh nafsu kebencian dan amarah sehingga tak lagi dapat berbuat lurus. Benih cinta kasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan telah tertutup oleh nafsu yang begitu membuncah.
![]() |
Foto oleh Rawpixel |
Klaim supremasi suatu ras terhadap ras lainnya menunjukkan ideologi fasisme, seperti pernah digelorakan oleh Nazi Adolf Hitler dengan pasukan SS yang sangat kejam. Ideologi seperti ini harus kita kecam dan kita tentang, karena bertentangan dengan tian li (hukum Tian) dan tian dao (jalan suci Tian), jauh dari hakikat kemanusiaan, mengakibatkan permusuhan dan teror.
Kalau terbersit dalam hati merasa menjadi ras yang lebih unggul dibanding ras lain dan mengeluarkan istilah-istilah yang melecehkan ras atau suku bangsa lain, kita dengan tanpa sadar menjadi bagian dari 'ideologi' ini dan tanpa sadar kita telah menjadi orang yang menentang tian li dan tian dao. Kita harus memperbaiki diri dan menyadari hakikat keberadaan kita sebagai manusia.
Saya akan terus berusaha hidup sesuai tian li dan tian dao, karena itulah ren dao (jalan suci kemanusiaan) saya dan itulah hakikat keberadaan saya di dunia ini sebagai manusia beriman.
Sebetulnya inilah 'superioritas' saya dan Anda, dibanding BT dan para teroris lainnya yang menganut ideologi 'sesat', gagal berdamai dengan dirinya sehingga gagal hidup penuh kedamaian dengan yang berbeda. (bwt)
sumber : www.uungsendana.com
KOMENTAR