Krisis finansial global saat ini merupakan suatu indikasi adanya problem serius dalam nilai-nilai agama dan etika moralitas yang selama ini menjadi pegangan para pelaku keuangan dan para pelaku ekonomi lainnya.
![]() |
Foto oleh mervyn lim / flickr |
Menghadapi Tantangan Global dalam Perspektif Agama Khonghucu
oleh: Uung Sendana Linggaraja
GENTAROHANI.COM — Perkembangan teknologi yang demikian cepat di hampir segala bidang kehidupan, menghadapkan umat manusia pada suatu tantangan yang sangat berbeda dibandingkan dengan beberapa dekade bahkan beberapa tahun belakangan. Bisa dikatakan hampir semua sendi kehidupan ditantang oleh kemajuan jaman yang terjadi.
Kemajuan yang dicapai oleh umat manusia yang paling kentara adalah di bidang teknologi transportasi, persenjataan, telekomunikasi, genetika, dan terutama di bidang informasi yang membawa banyak implikasi sosial, ekonomi, finansial, etika moral, spiritual dan bidang-bidang lainnya dalam skala global. Kesalahan kelola manusia akan membawa implikasi serius bagi keberadaan manusia itu sendiri.
Terjadinya perubahan-perubahan pada skala global telah membawa pengaruh bagi kehidupan kehidupan berbangsa dan bernegara; isu-isu penting sekitar hak asasi manusia, keadilan sosial, keadaban manusia, cloning, sex dan hidup bersama di luar nikah, pornografi, persamaan hak, lingkungan hidup sampai terorisme menjadi tantangan yang serius bagi seluruh bangsa, tidak terkecuali bangsa Indonesia yang majemuk.
Krisis finansial global saat ini merupakan suatu indikasi adanya problem serius dalam nilai-nilai agama dan etika moralitas yang selama ini menjadi pegangan para pelaku keuangan dan para pelaku ekonomi lainnya.
Dengan kondisi yang telah demikian kompleks seperti ini, para pemuka agama mau tidak mau perlu kembali berada di garis depan dalam mengeksplorasi nilai-nilai agama yang dianut dalam menghadapi tantangan yang ada dan berupaya mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai manusia ciptaan Tian, Allah Yang Maha Esa, yang diberi kebebasan untuk memilih, kebebasan untuk maju, kebebasan untuk mengembangkan dunia, tetapi juga mempunyai standar-standar, hukum-hukum (Li) yang tidak boleh dilewati, tidak boleh dilanggar dan senantiasa dijaga dalam batas Zhong (Tengah) dan tidak melewati He (Harmonis). Dengan terselenggara Zhong He (Tengah dan Harmonis), maka kesejahteraan akan meliputi langit dan bumi, segenap mahluk dan benda akan terpelihara.
![]() |
Kuil Khonghucu di Nagasaki, Jepang (foto oleh pantkiewicz/flickr) |
Nilai nilai agama Khonghucu apakah yang perlu dieksplorasi untuk menghadapi tantangan global?
Agama Khonghucu, sebagai agama yang diyakini oleh umatnya membimbing manusia untuk hidup di dalam Dao (Jalan Suci), yaitu mengikuti Xing (Watak Sejati) yang merupakan dan telah di Firmankan Tian, Tuhan Yang Maha Esa dalam dirinya dengan tegas mengajarkan agar manusia senantiasa mengendalikan nafsu-nafsunya, agar senantiasa harmonis dengan Xing (Watak Sejati). Dalam kehidupannya manusia berkewajiban agar senantiasa hidup selaras dengan Tian Dao (Jalan Suci Tian), Ren Dao (Jalan Suci Manusia) dan Di Dao (Jalan Suci Bumi).
Antara Tian, Di, dan Ren ada keterkaitan dan saling pengaruh yang tidak dapat terlepas satu dengan yang lainnya. Maka dikatakan adanya ujian dan bahaya yang kita hadapi dalam kehidupan ini. Ujian yang datang dari Tian, yakinlah dapat dilalui, tetapi bahaya yang dibuat sendiri tidak dapat dihindari.
Dalam kehidupannya, manusia perlu menyadari akan kemahakuasaan Tian sebagai Prima Causa, ketergantungannya terhadap bumi tempatnya hidup, tetapi manusia juga menyadari peranannya sebagai mahluk yang berakal budi, yang bertanggung jawab atas kehidupannya. Dalam kaitan ini, Jalan Suci seorang umat Khonghucu mencakup hubungan vertikal dengan Tian dan Di dan hubungan horisontal dengan Ren, sesama manusia dan sesama mahluk.
Diyakini Gui Shen (Tuhan Yang Maha Roh) dilihat tiada nampak, didengar tiada terdengar, namun tiap wujud tiada yang tanpa Dia. Demikianlah menjadikan umat manusia di dunia berpuasa, membersihkan hati mengenakan pakaian lengkap sujud bersembahyang kepadaNya. Sungguh Maha Besar Dia, terasakan di atas dan kanan kiri kita! Adapun kenyataan Tuhan Yang maha Roh itu tidak boleh diperkirakan, lebih-lebih tidak dapat ditetapkan, maka sungguhlah jelas sifatNya yang halus itu, tidak dapat disembunyikan dari Iman kita; demikianlah Dia.
Untuk mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa, kewajiban manusia untuk benar-benar menyelami hati, dengan menyelami hati akan mengenal Xing (Watak Sejati), dengan mengenal Watak sejati akan mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Menjaga Hati, merawat Watak sejati, demikianlah mengabdi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Tentang usia pendek atau panjang, jangan dibimbangkan, siaplah dengan membina diri. Demikianlah menegakkan Firman.
Adanya kesadaran untuk tidak semena-mena mengeksplorasi alam karena diyakini bencana alam yang terjadi bukanlah semata-mata karena ujian dari Tian, tetapi justru bahaya yang dibuat sendiri oleh manusia.
Tanpa adanya upaya manusia untuk senantiasa hidup dalam Zhong He, isu lingkungan hidup akan menjadi isu yang terus berkembang dan akan menjadi isu ketidakadilan dan lebih jauh akan membahayakan perdamaian. Maka dalam menghadapi isu lingkungan hidup sebagai akibat perilaku manusia yang semena-mena dalam mengeksplorasi alam, manusia hendaknya melakukan interospeksi diri atas adanya keterpautan Tian Di Ren.
Untuk mendekatkan kita kepada Zhi (Bijaksana/Cerdas) perlu mempunyai sikap suka belajar, untuk mendekatkan kepada Ren (Cinta Kasih) perlu sekuat tenaga melaksanakan tugas, untuk mendekatkan diri kepada Yong (Berani) perlu dipunyai rasa tahu malu.
Kegemaran dalam belajar dan berlatih yang mendekatkan pada Zhi (Bijaksana/Cerdas) merupakan modal dasar bagi bangsa Indonesia untuk bersaing dan hidup sejajar dengan bangsa-bangsa lain. Dengan kegemaran belajar dan berlatih, yang bersifat yin dan yang; saling mengisi, saling melengkapi, bukan saja ilmu pengetahuan dan teknologi, tetapi juga nilai-nilai etika moral, nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama, bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang dapat tegak berdiri dan mengejar ketertinggalan disegala bidang. Orang yang Zhi (Bijaksana/Cerdas) tidak diliputi oleh kebimbangan, tetapi penuh kepercayaan diri melangkah maju menatap masa depan.
![]() |
Foto oleh mervyn lim / flickr |
Ketulusan untuk kerja keras, pantang menyerah, tulus dan sekuat tenaga melaksanakan tugas yang diemban dalam semua bidang kehidupan merupakan modal dasar yang kedua. Sikap seperti inilah yang mendekatkan kita pada Ren (Cinta Kasih) karena bila seseorang benar-benar mencintai, bagaimana dapat tidak berjerih payah? Sebagai bangsa Indonesia kita bekerja keras karena kecintaan kita kepada keluarga kita, kecintaaan kita pada lingkungan kita, kecintaan kita pada masyarakat kita , kecintaan pada tanah air, kecintaan kita pada kemanusiaan, dan kecintaan kita kepada sesama umat Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam mempraktekan Ren (Cinta Kasih) tidak luput dari tiga hal yang sepantasnya dilakukan:
- Tidak melakukan yang tidak ingin orang lain lakukan pada kita (tepasarira)
- Karena ingin maju, kita memajukan orang lain; karena ingin tegak, menegakkan orang lain
- Memperlakukan orang lain dengan contoh yang dekat (diri sendiri)
Ren (Cinta Kasih) berpokok pada laku bakti (pada orang tua, pada sesama, pada lingkungan, pada Negara, pada Tuhan Yang Maha Esa) dan kerendahan hati kita untuk memperlakukan sesama sebagai ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mulia. Dikatakan kerendahan hati membawa berkah, kesombongan mengundang rugi. Orang yang penuh Ren (Cinta Kasih) tidak merasakan susah payah, apa yang dilakukannya dirasakan sebagai suatu kehormatan sebagai seorang manusia ciptaan Tian yang termulia.
Dan yang tak kalah pentingnya adalah adanya Yong (Berani) yang harus dimiliki oleh bangsa kita dalam menghadapi tantangan global. Ketakutan merupakan musuh besar yang mesti dihadapi oleh bangsa kita. Bebas dari ketakutan adalah hal yang mesti diperjuangkan bersama.
Untuk mendekatkan diri pada Yong (Berani) diperlukan rasa tahu malu. Rasa malu itu besar artinya bagi manusia, kalau orang bangga dapat berbuat muslihat dan licin, itulah karena tidak menggunakan rasa malunya. Yang tidak mempunyai rasa malu, tidak layak sebagai manusia, dalam hal apa ia layak sebagai manusia? Orang tidak boleh tidak tahu malu. Malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak menanggung malu.
Seorang yang berani tentu saja tidak dirundung oleh ketakutan, apa yang dikerjakan, dikerjakan dengan penuh harga diri, dia tidak keluh gerutu kehadapan Tian dan tidak sesal penyalahan pada sesama manusia. Apa yang dilakukan dengan penuh harga diri, ke atas menengadah tidak malu kehadapan Tuhan, ke bawah melihat tidak malu kepada sesama manusia dan lingkungan maka apa yang dilakukannya akan membawa berkah.
Dengan memahami ke Tiga Pusaka itu, niscaya dapat memahami pula bagaimana dapat membina diri; bila telah memahami bagaimana harus membina diri, niscaya dapat memahami pula bagaimana mengatur manusia; bila telah memahami bagaimana cara mengatur manusia, niscaya dapat pula memahami bagaimana harus mengatur dunia, Negara dan rumah tangga.
Iman, Zhi Ren Yong (TRIPUSAKA) dan Zhong He (Tengah Harmonis) merupakan nilai agama yang penting dan relevan agar bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan global serta isu-isu penting yang mengikutinya.
Nabi bersabda, “Dao (Jalan Suci) itu tidak jauh dari manusia. Bila orang memaksudkan Dao itu ialah hal yang menjauhi manusia, itu bukan Dao.”
Nabi bersabda, “Seorang Junzi dapat rukun meski tidak dapat sama; seorang rendah budi dapat sama meski tidak dapat rukun.”
“Seorang Junzi mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan diri, dan bila berhasrat membina diri, tidak boleh tidak mengabdi kepada orang tua; bila berhasrat mengabdi kepada orang tua, tidak boleh tidak mengenal manusia, dan bila berhasrat mengenal manusia, tidak boleh tidak mengenal kepada Tian (Tuhan Yang Maha Esa)" (bwt)
Dan yang tak kalah pentingnya adalah adanya Yong (Berani) yang harus dimiliki oleh bangsa kita dalam menghadapi tantangan global. Ketakutan merupakan musuh besar yang mesti dihadapi oleh bangsa kita. Bebas dari ketakutan adalah hal yang mesti diperjuangkan bersama.
Untuk mendekatkan diri pada Yong (Berani) diperlukan rasa tahu malu. Rasa malu itu besar artinya bagi manusia, kalau orang bangga dapat berbuat muslihat dan licin, itulah karena tidak menggunakan rasa malunya. Yang tidak mempunyai rasa malu, tidak layak sebagai manusia, dalam hal apa ia layak sebagai manusia? Orang tidak boleh tidak tahu malu. Malu bila tidak tahu malu, menjadikan orang tidak menanggung malu.
Seorang yang berani tentu saja tidak dirundung oleh ketakutan, apa yang dikerjakan, dikerjakan dengan penuh harga diri, dia tidak keluh gerutu kehadapan Tian dan tidak sesal penyalahan pada sesama manusia. Apa yang dilakukan dengan penuh harga diri, ke atas menengadah tidak malu kehadapan Tuhan, ke bawah melihat tidak malu kepada sesama manusia dan lingkungan maka apa yang dilakukannya akan membawa berkah.
Dengan memahami ke Tiga Pusaka itu, niscaya dapat memahami pula bagaimana dapat membina diri; bila telah memahami bagaimana harus membina diri, niscaya dapat memahami pula bagaimana mengatur manusia; bila telah memahami bagaimana cara mengatur manusia, niscaya dapat pula memahami bagaimana harus mengatur dunia, Negara dan rumah tangga.
Iman, Zhi Ren Yong (TRIPUSAKA) dan Zhong He (Tengah Harmonis) merupakan nilai agama yang penting dan relevan agar bangsa Indonesia dapat menghadapi tantangan global serta isu-isu penting yang mengikutinya.
Nabi bersabda, “Dao (Jalan Suci) itu tidak jauh dari manusia. Bila orang memaksudkan Dao itu ialah hal yang menjauhi manusia, itu bukan Dao.”
Nabi bersabda, “Seorang Junzi dapat rukun meski tidak dapat sama; seorang rendah budi dapat sama meski tidak dapat rukun.”
“Seorang Junzi mempunyai kewajiban untuk melakukan pembinaan diri, dan bila berhasrat membina diri, tidak boleh tidak mengabdi kepada orang tua; bila berhasrat mengabdi kepada orang tua, tidak boleh tidak mengenal manusia, dan bila berhasrat mengenal manusia, tidak boleh tidak mengenal kepada Tian (Tuhan Yang Maha Esa)" (bwt)
KOMENTAR