Apakah kebahagiaan itu sesuatu yang dapat dicapai? Kebahagiaan adalah sesuatu yang selalu dikejar, tetapi dapatkah kebahagiaan itu diperoleh dengan berhasil, ataukah kita ditakdirkan selalu mengejarnya saja, tetapi kebahagiaan itu selalu mengelak.
oleh Chew Kong Giok
GENTAROHANI.COM —Kemuliaan adalah keadaan yang membahagiakan. Kita telah mengetahui bahwa manusia mempunyai tujuan terakhir suatu hal yang baik tertinggi. Manusia mempunyai tendensi-tendensi tertentu, keinginan, hasrat, selera, kerinduan, ini semua kita alami. Manusia merasa gelisah, hampa apabila semuanya itu tak terpuaskan. Sedangkan objek yang dapat memuaskan keinginan-keinginan tersebut adalah hal yang baik. Hal yang dituju disebut tujuan. Keadaan rasa puas yang sadar bila seseorang merasa keinginannya terpenuhi karena memiliki sesuatu yang baik disebut kebahagiaan.
GENTAROHANI.COM —Kemuliaan adalah keadaan yang membahagiakan. Kita telah mengetahui bahwa manusia mempunyai tujuan terakhir suatu hal yang baik tertinggi. Manusia mempunyai tendensi-tendensi tertentu, keinginan, hasrat, selera, kerinduan, ini semua kita alami. Manusia merasa gelisah, hampa apabila semuanya itu tak terpuaskan. Sedangkan objek yang dapat memuaskan keinginan-keinginan tersebut adalah hal yang baik. Hal yang dituju disebut tujuan. Keadaan rasa puas yang sadar bila seseorang merasa keinginannya terpenuhi karena memiliki sesuatu yang baik disebut kebahagiaan.
Kepuasaan jasmani semata bukanlah kebahagiaan. Sebenarnya hanya makhluk yang berakal budi yang bisa menikmati kebahagiaan dan merenungi keadaan bahagianya. Sebab hanya manusia dapat merenung keadaannya, dan sadar, mengerti kepuasan yang dialaminya. Kebahagiaan adalah keadaan subjektif yang dengan itu seseorang merasa keinginannya terpuaskan, dan sadar dirinya memiliki sesuatu yang baik. Keadaan seperti ini hanya bisa dilakukan oleh manusia.
Kebahagian tidaklah sama dengan kesenangan atau kegembiraan, kebahagiaan adalah suatu keadaan yang sedang berlangsung, dan bukanlah suatu perasaan atau emosi yang berlalu. Secara umum boleh jadi seseorang merasa bahagia meskipun sementara menderita kesedihan, sama persis seperti sebagaimana seseorang yang mengalami ketidakbahagiaan yang kronis, tapi juga bisa mengenal saat-saat gembira.
Kebahagiaan bukanlah disposisi atau sikap jiwa yang riang gembira, memandang hidup dengan riang gembira, meskipun tidak disangkal bahwa hal-hal tersebut bisa menolong ke arah kebahagiaan. Sebab sementara orang dapat memiliki perilaku demikian meskipun dalam menghadapi penderitaan.
“Seorang Junzi tahan dalam penderitaan, yang rendah budi berbuat tidak karuan bila menderita.”
—Sabda Suci XV : 2 : 3
Seseorang itu merasa puas dan bahagia sempurna karena ia secara utuh memiliki yang baik yang sempurna.
“Kalau memeriksa diri penuh Iman, sesungguhnya tiada Kebahagiaan yang lebih besar dari itu.”
—Mengzi VII A : 4 :2
Memiliki Iman adalah kebahagiaan tertinggi, yang baik yang sempurna, mengapa?
Iman itu Jalan Suci Tian, berusaha beroleh Iman itu Jalan Suci manusia.
Semua Orang Mencari Kebahagiaan
Manusia—atau kehendak manusia—tidaklah bebas memilih mengenai kebahagiaan secara umum, kebahagiaan yang mutlak terbaik tertinggi adalah memiliki Iman.
Manusia dibentuk sedemikian rupa dan manusia wajib mencarinya. Tetapi manusia bebas memilih objek-objek konkrit yang ada dari mana manusia mendapatkan kebahagiaan. Tetapi tidaklah semua tahu, bagaimana menemukan kebahagiaan itu. Secara psikologi tidaklah mungkin manusia menghendaki atau menginginkan penderitaan demi penderitaan. Demikian juga dalam ajaran Khonghucu tidaklah mungkin manusia suka kepada hal yang menderita, hal yang buruk, karena sudah dikatakan di depan bahwa watak sejati manusia itu baik, dan manusia itu suka pada yang baik.
Mereka yang suka membuat dirinya menderita, sebenarnya menunjukkan jiwa yang tidak sehat. Ini sebuah perkecualian yang menunjukkan betapa tidak lumrahnya bertingkah laku semacam itu.
Kebahagiaan adalah motif terdasar dari segala sesuatu yang kita kerjakan, setiap perbuatan digerakkan oleh keinginan. Pemuasan keinginan tersebut dikehendaki paling sedikit sebagai unsur atau bagian dalam keseluruhan kebahagiaan kita. Sering kita harus mengorbankan hal yang baik untuk hal-hal yang baik lainnya. Bisa juga kita keliru memilih sesuatu yang tampaknya baik, dan tidak memilih sesuatu yang sebenarnya lebih baik. Bisa juga kita, seperti orang yang tidak sehat akalnya, memilih suatu kesenangan yang sementara sifatnya di saat sekarang ini—daripada memilih kebahagiaan yang lebih besar di hari nanti.
Kebahagiaan adalah motif terdasar dari segala sesuatu yang kita kerjakan, setiap perbuatan digerakkan oleh keinginan. Pemuasan keinginan tersebut dikehendaki paling sedikit sebagai unsur atau bagian dalam keseluruhan kebahagiaan kita. Sering kita harus mengorbankan hal yang baik untuk hal-hal yang baik lainnya. Bisa juga kita keliru memilih sesuatu yang tampaknya baik, dan tidak memilih sesuatu yang sebenarnya lebih baik. Bisa juga kita, seperti orang yang tidak sehat akalnya, memilih suatu kesenangan yang sementara sifatnya di saat sekarang ini—daripada memilih kebahagiaan yang lebih besar di hari nanti.
Tetapi semua itu kita kerjakan demi kebahagiaan. Ini hanya menunjukkan bahwa kita bukannya tidak menghendaki kebahagiaan, tetapi merasa bosan atau tidak betah menanti lebih lama lagi. Maka ingin segera cepat-cepat merenggut bentuk potongannya, bentuk tidak sempurnanya yang memikat, menggoda demikian hebatnya panca indera kita.
“Hal yang kecil mungkin ada faedahnya yang patut ditinjau, tetapi hal itu jika tidak dapat untuk mencapai tujuan yang jauh, maka seorang Junzi tidak mau mengutamakannya.”
—Sabda Suci XIX : 4
Apakah kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai? Jawabnya tergantung keyakinan masing-masing terhadap eksistensi Tian. Kaum ateis atau kaum materialis harus membatasi nasib manusia pada kebahagiaan sebisa mungkin dicapai dalam hidup ini, suatu kebahagiaan yang jelas-jelas tidak sempurna..
Kita harus yakin dan percaya bahwa Tian Maha Li 利, Maha Pemberkah, menuai hasil buah tiap perbuatan, atau bisa diartikan sebagai sebab akibat, prima causa. Dan Hukum Tian sangat Kokoh, artinya tetap, tidak berubah. Jika berbuat baik akan menuai hasil buah yang baik, jika berbuat buruk akan menghasilkan buah yang buruk.
Motivasi manusia untuk mengejar yang baik adalah sifat dasar manusia, sehingga segala sesuatu keinginan selalu mengarah kepada baik. Dan Kebahagiaan juga adalah sesuatu yang baik, dan sudah pasti manusia pun menginginkannya. Bahkan menjadi suatu keinginan mendasar dalam kehidupan manusia.
Guru bersabda : “Kaya dan berkedudukan mulia adalah keinginan tiap orang, tetapi bila tidak bisa dicapai dengan Jalan Suci janganlah ditempat. Miskin dan berkedudukan rendah ialah kebencian tiap orang, tetapi bila tidak dapat disingkiri dengan Jalan Suci jangan ditinggalkan.”
—Sabda Suci IV : 5
Kaya dan berkedudukan adalah baik yang juga membantu menyempurnakan tujuan, tetapi harus diperoleh dengan cara yang benar. Jika diperoleh dengan cara tidak benar, jangan ditempati. Maka di sini jelas yang menjadi kunci adalah CARA/JALAN-nya. Bukan kekayaan atau kedudukannya itu sendiri yang membuat bahagia, tetapi cara memperolehnya. Jalan Suci adalah sesuatu yang berhubungan dengan usaha memenuhi tuntutan rohani. Tuntutan Lapar adalah kebutuhan badan, manusia langsung mampu memahami karena rasa lapar membuat perih perut, dan ia tahu kalau tidak makan manusia akan menderita, bisa sakit bahkan bisa mati. Tuntutan badan juga harus dipenuhi, demikian pula tuntutan rohani mesti dipenuhi pula, jika tidak akan ada akibatnya pula. Yang pasti tidak akan dapat mencapai Kebahagiaan dalam arti sebenarnya, apalagi pencapaian kebahagiaan tertinggi atau kebahagiaan sempurna.
‘Ikan, aku suka, tapak beruang aku menyukai juga, jika tidak diperoleh kedua-duanya kulepas ikan dan kuambil tapak beruang. Hidup aku suka, kebenaran aku suka juga, tetapi jika tidak diperoleh kedua-duanya akan kulepaskan hidup dan kupegang teguh kebenaran.’
—Mengzi VI A : 10
Dari contoh ayat di atas jelas bahwa ada suatu keharusan yang wajib dipegang teguh bagi yang menghendaki tercapainya tujuan tertinggi, bahkan rela mati demi memegang teguh kebenaran, Karena kebenaran ini adalah suatu prinsip mutlak bagi usaha beroleh Iman, yang memberi kepuasan kebahagiaan tertinggi.
Keinginan kodrat manusia adalah kebahagiaan tertinggi dan bahwasanya mungkin dapat dicapai oleh manusia. Dan kebahagiaan tertinggi itu sebenarnya adalah memenuhi diri dengan Iman.
Manusia mempunyai suatu keinginan kebahagiaan sempurna, dan ini adalah keinginan manusia yang mendasar yang menyerapi (membungkus) semua keinginan-keinginan lainnya. Tetapi manusia tidaklah terpuaskan pada suatu taraf kebahagiaan saja, jika menduga ada sesuatu yang lebih bisa dicapai, maka timbul keinginannya untuk mengejarnya lagi. Satu-satunya kebahagiaan yang tertinggi sesungguhnya adalah ‘bila diri penuh Iman’, ini akan memberi kepuasan dan kebahagiaan sepenuhnya sempurna.
Keinginan kodrat manusia adalah kebahagiaan tertinggi dan bahwasanya mungkin dapat dicapai oleh manusia. Dan kebahagiaan tertinggi itu sebenarnya adalah memenuhi diri dengan Iman.
Manusia mempunyai suatu keinginan kebahagiaan sempurna, dan ini adalah keinginan manusia yang mendasar yang menyerapi (membungkus) semua keinginan-keinginan lainnya. Tetapi manusia tidaklah terpuaskan pada suatu taraf kebahagiaan saja, jika menduga ada sesuatu yang lebih bisa dicapai, maka timbul keinginannya untuk mengejarnya lagi. Satu-satunya kebahagiaan yang tertinggi sesungguhnya adalah ‘bila diri penuh Iman’, ini akan memberi kepuasan dan kebahagiaan sepenuhnya sempurna.
Manusia tidak merasa tenang sejauh ia mengerti bahwa masih ada hal yang dapat diketahui lebih jauh, inteleknya terus menerus menuju ke arah kebenaran tanpa mengenal batas. Manusia terkadang salah menduga, bahwa kebahagiaan itu cenderung beranggapan, memiliki duniawi. Dalam ajaran Khonghucu bukan sesuatu yang dilarang untuk mengejar duniawi, yang penting adalah cara memperolehnya harus cara yang mengikuti kodrat kemanusiaan pula. Karena ini adalah syarat mutlak. Iman adalah Jalan Suci Tian, Tian adalah Maha Tinggi, yang dijunjung tinggi oleh semua umat beragama. Dan semua berharap memiliki apa yang dimiliki oleh Tian. Maka kebahagiaan tertinggi dalam renungan alam pikiran manusia menjadikannya sebagai tujuan akhir.
Keinginan manusia mengarah Kebahagiaan Sempurna adalah suatu keinginan yang kodrati, sesuatu yang terbit dari kodrat, hakekat manusia itu sendiri memang begitu, bahkan kehadirannya pun tidak diketahui manusia. Pada taraf rasional terdapat tendensi kecenderungan dasar yang khas pada manusia adalah keinginan akan kebahagiaan sempurna.
Di antara semua keinginan manusia, keinginan manusia pada kebahagiaan sempurna sangat unik dan tidak sama :
Kebahagiaan sempurna, jika kita penuh Iman. Iman itu Jalan Suci Tian dan berusaha beroleh Iman itu adalah Jalan Suci manusia. Untuk memperoleh Iman manusia harus hidup dalam Jalan Suci, Jalan Suci adalah perbuatan-perbuatan yang mengikuti Firman Tian. Sampai kapankah manusia bisa memperoleh Iman, sehingga merasakan kebahagiaan sempurna? Jawabnya, Sampai manusia secara alami sewajarnya, secara otomatis semua perbuatannya mampu mengikuti Xing, bersikap Tengah, tanpa dipaksa dan tanpa berpikir-pikir lebih dahulu, keadaan seperti inilah maka manusia dalam keadaan kebahagiaan sempurna.
- Universal, karena terdapat pada semua manusia tanpa kecuali.
- Tidak dapat dihindari karena terus berlangsung selama hidup dan kita tidak dapat bebas darinya. Tidak ada orang yang dapat memuaskan keinginan akan kebahagiaan sempurna dalam dirinya, bagaimanapun usahanya untuk tidak memuaskannya, tuntutannya akan terus tumbuh. Terus minta dipuaskan.
- Tidak dapat ditahan karena terus menerus menuntut kepuasan. Kegelisahan manusia yang pantang berhenti nampak dalam aktivitasnya yang terus menerus. Ini adalah merupakan bentuk pernyataan dari keinginan dasar untuk tersebut dalam berbagai macam bentuk. Ia yang tidak bahagia, ingin bahagia, dan yang bahagia ingin lebih bahagia. Keinginan seperti ini bukanlah keinginan kebetulan pada manusia, tetapi berakar di dalam hakekat manusia itu sendiri. Sampai manusia memperoleh puncaknya kebahagiaan.
Kebahagiaan sempurna, jika kita penuh Iman. Iman itu Jalan Suci Tian dan berusaha beroleh Iman itu adalah Jalan Suci manusia. Untuk memperoleh Iman manusia harus hidup dalam Jalan Suci, Jalan Suci adalah perbuatan-perbuatan yang mengikuti Firman Tian. Sampai kapankah manusia bisa memperoleh Iman, sehingga merasakan kebahagiaan sempurna? Jawabnya, Sampai manusia secara alami sewajarnya, secara otomatis semua perbuatannya mampu mengikuti Xing, bersikap Tengah, tanpa dipaksa dan tanpa berpikir-pikir lebih dahulu, keadaan seperti inilah maka manusia dalam keadaan kebahagiaan sempurna.
...Yang sudah di dalam Iman, tanpa memaksakan diri telah dapat berlaku Tengah; dengan tanpa berpikir-pikir telah berhasil dengan sewajarnya selaras dengan Jalan Suci...”
—Tengah Sempurna XIX : 18
Ini adalah cara logis akal sehat kita, menginginkan apa yang dimiliki Tian adalah tertinggi, maka kebahagiaan tertinggi adalah tujuan terakhir manusia.
Ini adalah prinsip alasan yang mencukupi bahwasanya Tian memang menciptakan manusia dengan hukum kodrat seperti itu. Sama seperti kenyataan bahwa manusia adalah makhluk rasional, satu-satunya penjelasan yang memadai adalah bahwa Tian memang menciptakan manusia yang rasional, demikian juga mengapa manusia merindukan, menginginkan Kebahagiaan sempurna, adalah karena Tian menciptakan manusia untuk kebahagiaan sempurna.
Kalau Tian mengaruniakan manusia Xing yang baik, sehingga pada hakekatnya kodrat manusia mempunyai keinginan-keinginan yang baik, dimana keinginan itu dimaksudkan supaya dipuaskan, dan tidak dimaksudkan kegagalan untuk dipuaskan.
Seperti telah dijelaskan di atas Tian itu Maha Yuan Heng Li Zhen. Tian Maha Benar HukumNya, Maha Kokoh Hukumnya, Maha Pasti, Tetap tidak berubah Hukumnya. Tian tidak mungkin menyuruh manusia untuk gagal dalam mencapai Kebahagiaan itu atau sekedar ilusi kosong yang menipu manusia. Maka apabila Tian telah meletakkan kodrat Suka Kebaikan pada manusia, tentu Tian telah mempersiapkan suatu sasaran yang dapat dicapai oleh manusia, yang dengannya keinginan tersebut terpuaskan, sasarannya adalah Kebaikan Terakhir Tertinggi dan ini adalah Kebahagiaan Tertinggi, atau dalam bahasa umat Ru sebagai ‘KEMULIAAN’.
“Hal keinginan mendapatkan KEMULIAAN, semua orang mempunyai hati yang sama. Sesungguhnya tiap orang sudah mempunyai KEMULIAAN dalam dirinya, hanya tidak mau mawas diri”.
—Mengzi VI A : 17
Terpenuhinya keinginan tersebut, atau tercapainya Kebahagiaan tertinggi, atau tercapainya Kemuliaan, Ini adalah tujuan terakhir manusia. Dengan Kebahagiaan Sempurna adalah memberi kepuasan sepenuhnya atas semua keinginan-keinginan kita. Maka kebahagiaan sempurna bukan sekedar sebagian, melainkan keseluruhan.
Jalan Suci laksana Jalan Raya
Jalan Suci laksana Jalan Raya
Kita menjadi Tahu, mengerti dan merasakan karena alat-alat tubuh kita masih normal, dan masih sehat. Jika kita sakit, alat-alat atau organ tubuh kita mengalami kerusakan, maka kemampuan menyalurkan getaran energi Tian akan terganggu atau terhambat bahkan sama sekali hilang. Firman Tian yang ada di dalam diri kita tergantung keadaan tubuh kita. Anjuran menjaga kesehatan dalam Kitab Bakti bukan tanpa alasan, salah satunya akibat kecerobohan manusia dalam tindak tanduk hidupnya, ketamakan makan minum yang merusak alat dan organ tubuh manusia, kebiasaan hidup yang tidak disiplin. Semua itu faktor penyebab yang nyata dan realistis. Kerusakan alat tubuh bagian dalam mengakibatkan tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Disadari atau tidak, manusia hidup hanya sekedar hidup yang dikuasai oleh dorongan-dorongan emosi atau nafsu perasaan manusia (Qi Qing), keadaan seperti ini tidak berbeda dengan bintang yang hanya mengikuti naluri saja. Getaran suara Tian sangat halus sekali dan untuk mampu menerima getaran suara Tian kita membutuhkan syaraf yang tajam, jika kita sering taat mengikuti perintahNya, syaraf kita akan semakin berfungsi dengan baik, makin terang dan jelas, karena terlatih. Sebaliknya jika perjalanan hidup kita hanya mengarah pada jasmani atau duniawi tanpa mempedulikan suara hati nurani maka syaraf-syaraf penerima getaran Perintah-perintah Tian semakin lemah, lebih melemah lagi dan akhirnya bisa mati sama sekali tidak berfungsi dengan baik.
‘Firman itu sesungguhnya tidak berlaku selamanya. Maka dikatakan yang berbuat baik akan mendapatkan dan yang berbuat tidak baik akan kehilangan.’Manusia diberi kebebasan kehendak untuk memilih jalan hidupnya, Tian telah mengaruniakan berlaksa benda di dalam diri manusia lahir batin, agar seluruh kemampuan itu dipergunakan sebaik-baiknya, demi untuk memenuhi tuntutan kodrat manusia yang mengarah kepada baik. Jika manusia mengikuti Tian, ia akan terpelihara, jika menentang ia akan binasa. Hukum Tian ditetapkan demikian, baik hukum jasmani maupun rohani. Kerusakan jasmani adalah akibat tingkah laku manusia sendiri, akibatnya bukan hanya kerusakan jasmani saja, tetapi juga berdampak kepada ketidakmampuan menerima getaran perintah Tian, akibat kerusakan alat tubuhnya. Keterbatasan tubuh manusia, disampaikan oleh Nabi Kongzi dalam ayat di bawah ini.
—Ajaran Besar X : 11
‘Orang sampai usia 40 tahun masih suka berbuat buruk, maka sepanjang hidupnya ia akan berbuat demikian.’
—Sabda Suci XVI : 26
Setengah hidup manusia jika terus menerus dibiasakan berkelakuan buruk, maka jaringan-jaringan syaraf halus—yang jarang difungsikan sebagaimana mestinya—menjadi sangat lemah sekali. Karena manusia cenderung memenuhi dorongan nafsu saja, maka syaraf-syaraf penghubung ke wilayah nafsu menjadi sangat tajam dan aktif, yang akhirnya kelakuan buruk pun melekat pada dirinya sebagai ‘kebiasaan’.
Perhatikan kebiasaan anak-anak yang dalam lingkungan kehidupan keluarganya bicara kasar dan keras, kurang sopan santun, jika terjadi pembiaran sampai dewasa, ia akan terus berbuat demikian, bahkan tanpa disadari baik atau buruk secara otomatis kebiasaan itu terekspresikan dalam pergaulan hidupnya. Jika sampai usia tertentu ia tidak berubah maka akan melekat menjadi karakter pribadinya, dan ini sangat sulit untuk diperbaiki. Nabi Kongzi menganggap sebagai kayu lapuk yang tidak dapat diukir, tak dapat dibentuk.
‘Kayu lapuk tidak dapat diukir, dinding dari tanah liat tidak dapat dikapur.’Dalam agama Ru, kehendak tekad yang beriman, tidak mendustai diri bahwa manusia suka pada Kebaikan, dan meluruskan hati dengan fokus pada benih-benih kebajikan dalam hatinya, mewujudkan dalam perbuatan. Proses seperti ini harus sering dilakukan, sering dipraktekan dalam perbuatan, sering berlatih menjalankan kebaikan, maka hati kita menjadi terbiasa mengikuti perintah-perintah Tian, dengan demikian Jalan Suci itu semakin jelas, terang benderang laksana Jalan Raya. Yang tadinya sebagai Jalan setapak karena sering dilalui, maka jalan ini semakin lebar, karena tidak ditumbuhi alang-alang dan rumput liar.
—Sabda Suci V : 10
‘Lihatlah Jalan kecil di pegunungan bekas diinjak orang, kalau selalu dilalui akan dapat menjadi jalan besar; tetapi kalau tidak terus menerus sering dilalui akan kembali tertutup alang-alang. Alang-alang itu kini menutupi hatimu.’Alang-alang merupakan perumpamaan nafsu-nafsu perasaan manusia, sehingga panggilan perintah Tian tak dapat terlihat atau terdengar, karena tertutup oleh nafsu.
—Mengzi VII B 21
‘Tiap bagian tubuh beserta peranannya telah diberi sifat-sifat oleh Tian. Hanya seorang Nabi yang bisa menggunakannya dengan sempurna.’
—Mengzi VII A : 38
Manusia menghendaki kesehatan, kesuksesan, kekayaan, kedudukan, kemasyhuran, dan hal-hal yang baik lainnya, tetapi kita tidak selalu mendapatkan semuanya itu. Lalu bagaimana kita dapat pasti bahwasanya keinginan kodrat akan kebahagiaan sempurna tidak dimaksudkan untuk kegagalan?
Kata kodrat dapat berarti sesuatu yang tidak melawan kodrat, tetapi juga dapat berarti sesuatu yang positif dituntut oleh kodrat. Kodrat suka kebaikan itu seharusnya dipenuhi secara utuh menyeluruh, mengejar hal-hal yang baik seperti kekayaan, kesehatan, kesuksesan, kedudukan, dsb. yang bersifat duniawi, belumlah memenuhi menyeluruh dari kodrat itu.
Ada bagian dari kodrat manusia yang ‘Suka Kebaikan’ yang pokok fundamental, yakni Kelakukan Baik. Kenyataan hidup memberikan pelajaran dan pengalaman bahwa tidak ada satu pun manusia yang suka diperlakukan buruk oleh orang lain. Manusia menyukai diperlakukan baik dan itu menjadi bagian dari kodrat kemanusiaan yaitu ‘suka pada kebaikan’. Suka pada kebaikan bukan melulu tujuan yang harus kita kejar saja, tetapi cara mencapai, memperoleh tujuan itu harus disertai cara yang baik pula.
Dalam Ru cara yang baik dikenal sebagai JALAN SUCI. Sudahkah kita mengarah suka kebaikan dengan perbuatan-perbuatan baik? Sudahkah kita dalam pengejaran hal-hal yang baik duniawi dengan cara-cara kelakukan yang baik? Jika belum semua yang kita capai hal-hal yang baik duniawi tadi, maka kita tidak akan pernah dapat mencapai Kebahagiaan Tertinggi atau Kebahagiaan Sempurna atau Kemuliaan. Jalan Suci adalah perbuatan-perbuatan Kebaikan/kebajikan. Sekalipun miskin dan berkedudukan rendah tapi dalam perjalanan hidupnya penuh dengan perbuatan-perbuatan kebaikan dan kebajikan, maka ini dapat memungkinkan tercapainya Kebahagiaan Sempurna itu.
Kodrat suka kebaikan itu harus dipenuhi secara manusia seutuhnya sepanjang hidup kita, jasmani dan rohani, memiliki harta benda dan Iman, kata-kata dan perbuatan, individu dan sosial, pokoknya seluruh hidup kita, ini yang dimaksud manusia yang manusiawi. Benang merahnya adalah perbuatan-perbuatan Bajik.
Kodrat suka kebaikan itu harus dipenuhi secara manusia seutuhnya sepanjang hidup kita, jasmani dan rohani, memiliki harta benda dan Iman, kata-kata dan perbuatan, individu dan sosial, pokoknya seluruh hidup kita, ini yang dimaksud manusia yang manusiawi. Benang merahnya adalah perbuatan-perbuatan Bajik.
“Jalan Suci itu tidak boleh terpisah walaupun dalam sekejap.”
—Tengah Sempurna Bab Utama : 2
Tidak semua orang bisa mencapai kebahagiaan, karena ada orang yang buruk hidupnya dan tidak sepantasnya mendapatkannya. Tian mengaruniakan kodrat suka pada kebaikan, dengan maksud semua keinginan manusia menjurus pada Kebaikan. Seharusnya dengan adanya kodrat ini semua manusia bisa mencapainya. Tetapi pada kenyataannya ada orang yang gagal. Di sini manusia diberi kebebasan kehendak untuk memilih, apa-apa yang baik menurut dirinya, mana-mana yang diutamakan dan yang kemudian, mana-mana yang pokok dan mana-mana yang ujung.
“Tiap benda mempunyai pangkal dan ujung, tiap perkara mempunyai awal dan akhir. Yang mengetahui mana yang dahulu dan mana yang kemudian, maka ia sudah dekat dengan Jalan Suci.”
—Ajaran Besar Utama : 3
Pengetahuan untuk Mencapai Kebahagiaan
Apabila seseorang tidak dapat menginginkannya sesuatu yang tidak ia tahu, dan apabila manusia dalam hidup ini tidak pernah mengerti kebahagiaan sempurna, bagaimana mungkin seseorang menghendaki kebahagiaan sempurna? Pengetahuan tidak semata-mata berasal dari pengalaman saja. Apabila pengetahuan itu hanya berdasarkan pengalaman saja, bagaimana mungkin manusia bisa maju dan berkembang?
Kebahagiaan itu suatu konsep universal dan mudah dibentuk, baik seorang anak maupun orang yang masih liar belum beradab yang diperoleh dari pengalaman hidupnya, yang sekali waktu dialaminya meskipun konsep kebahagiaan itu tidak sempurna. Kebahagiaan yang kita bayangkan adalah kebahagiaan yang kita semua berusaha mencapainya, meskipun berbeda pendapat kita tentang bagaimana mencapainya.
Tian menawarkan kebahagiaan sempurna dengan syarat mentaati hukum-Nya, manusia bebas untuk menolak atau menerimanya tawaran tersebut. Apabila manusia gagal dalam usaha mencari kebahagiaan tersebut, adalah kesalahan orang itu sendiri. Manusia sebenarnya ditakdirkan ke arah kebahagiaan sempurna dengan syarat, dan syaratnya manusia dengan sukarela menjalankan tugas kewajibannya untuk mencapai hal tersebut.
Ada sementara orang menuduh seolah pencarian kebahagiaan itu sebagai mementingkan diri sendiri. Memang hasil dari jerih payah usaha mencari kebahagiaan sempurna itu hanya dapat dirasakan dan dinikmati oleh diri pribadinya. Tetapi perlu diingatkan bahwa manusia hidup dalam usaha pengejaran kebahagiaan sempurna itu harus seutuhnya manusia yang manusiawi. Di seluruh lini peran hidupnya harus benar-benar terarahkan pada ‘Suka kepada kebajikan mulia’.
Orang yang melakukan pengejaran kebahagiaan tertinggi. Melakukan perbuatan baiknya adalah kepada orang lain, dan kita tidak mungkin bisa menjalankan kebaikan tanpa orang lain sebagai obyeknya. Menjalankan kebaikan bukan saja baik bagi diri sendiri tetapi juga baik bagi orang lain, karena manusia sangat suka diperlakukan dengan baik. Tidak benar jika jika ada orang yang beranggapan pencarian kebahagiaan sempurna hanya mementingkan diri sendiri, karena jalan yang ditempuh harus melibatkan orang lain.
Membina diri adalah usaha pencarian jati diri manusia sesungguhnya, segala perbuatan yang dilakukan dalam perjalanan hidupnya adalah suatu proses bagi penyempurnaan diri, sudah tentu dianggap seolah-olah sikap seperti ini adalah mementingkan diri sendiri, Tetapi dalam penjabaran yang nyata dalam hidup ia harus berbuat baik kepada orang lain sebagai objek ajang pembinaan dirinya.
Dalam Ru dikatakan : ”Apa yang diri sendiri tidak diinginkan jangan berikan pada orang lain”, inilah tenggang rasa atau tepasarira atau ngaji rasa. Dalam mengejar kebahagiaan perlakukanlah orang dengan kebajikan, kejarlah dengan cara yang orang lain sukai, yaitu dengan kebajikan pula.
Jadi orang, hendaknya bahagia sempurna, itu adalah maksud Tian. Dan siapa yang mencari kebahagiaan sempurnanya sendiri adalah sekaligus mengerjakan kehendak Tian.
Hiduplah dalam Kebahagiaan Tian (Le Tian 樂天). Perbuatan-perbuatan yang mengikuti Xing adalah perbuatan mengikuti kehendak-Nya, dengan cara demikianlah kita mengabdi pada Tian.
“Jagalah hati, peliharalah Xing, demikianlah mengabdi pada Tian.” (bwt)
KOMENTAR