Pemimpin dan kepemimpinan adalah topik perbincangan yang menarik dari masa ke masa. Dalam sejarah dunia dan kehidupan sehari-hari, kita dapat membaca dan menyaksikan jatuh dan bangun serta maju dan hancurnya suatu negara, hingga organisasi, acap kali ditentukan dari baik atau buruknya kepemimpinan. Memilih pemimpin yang tepat yang akan mengantarkan kesuksesan merupakan satu pekerjaan yang tidak mudah dan membutuhkan pertimbangan yang matang.
oleh: Uung Sendana Linggaraja
GENTAROHANI.COM — Salah satu kriteria utama memilih pemimpin menyangkut norma-norma yang melekat pada diri seseorang. Bila seseorang telah utuh menyatu dengan dirinya yang sejati, maka dia adalah seorang yang berintegritas. Dalam perspektif agama Khonghucu, seorang pemimpin nei sheng wai wang adalah pemimpin yang dipenuhi hikmat kebijaksanaan yang akan mengantarkan tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia sesuai dengan apa yang diamanatkan dalam sila keempat dan kelima Pancasila. Dia dipandu oleh firman Tian yang ada dalam hati nuraninya sehingga kepemimpinannya berada dalam dao dan senantiasa memperoleh rahmat Tian.
Merosotnya Integritas Pemimpin
Operasi Tangkap Tangan tersebut menunjukkan bahwa para calon pemimpin tersebut sangat jauh dari kepemimpinan ideal yang diharapkan oleh bangsa Indonesia yang merujuk pada sila keempat Pancasila, “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan” dalam upaya mewujudkan sila kelima Pancasila, “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Serangkaian peristiwa yang terjadi merupakan puncak dari gunung es krisis moral, khususnya integritas yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam kasus-kasus yang lain seperti pornografi dan pornoaksi, doping, perselingkuhan, plagiarisme, dan sebagainya.
Begitu banyaknya contoh-contoh merosotnya moral, sehingga ada kesan seolah-olah integritas sudah tidak berlaku pada zaman yang sudah sangat maju. Padahal menurut John C. Maxwell dan Jim Dornan, dua orang pakar kepemimpinan dari Amerika Serikat, sebenarnya pada jaman seperti ini, akhlak justru harus semakin diperbaiki, lebih-lebih bagi orang yang ingin menjadi seorang yang berpengaruh/pemimpin. Sejarah menunjukkan, kemajuan atau kemunduran suatu negara sangat ditentukan oleh pemimpinnya. Banyak contoh yang dapat kita lihat dan baca bahwa acap kali kemajuan dan kemunduran negara tersebut ditentukan oleh apakah negara tersebut dipimpin oleh seorang pemimpin yang berintegritas atau tidak.
Kendati menurut sensus penduduk tahun 2010, agama Khonghucu merupakan agama yang paling sedikit dianut di antara enam agama yang dilindungi dan dilayani oleh pemerintah Indonesia, tapi saya meyakini bahwa nilai-nilai kebajikan universal agama Khonghucu yang terdapat dalam kitab sishu-wujing akan tetap menjadi cahaya yang menerangi jiwa-jiwa manusia Indonesia (dan dunia) dalam menapaki kehidupan pribadi dan sosial yang mengarahkan pada tujuan mulia bersama bangsa Indonesia, yaitu tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Kepemimpinan
Pemimpin terkemuka suatu kelompok tertentu mudah ditemukan. Perhatikan saja orang-orang ketika mereka berkumpul. Kalau suatu persoalan harus diputuskan, siapa orang yang pandangannya tampak paling berharga? Siapa orang yang paling diperhatikan oleh yang lain ketika persoalan dibicarakan? Siapa orang yang yang cepat disetujui oleh orang-orang lainnya? Yang paling penting, siapa orang yang diikuti oleh lain-lainnya? Jawaban terhadap semua pertanyaan itu akan membantu anda menetapkan siapa pemimpin yang sesungguhnya dalam suatu kelompok tertentu.Hitler adalah seorang pemimpin, begitu juga Martin Luther King, Jr., Mahatma Gandhi, Soekarno, Confucius, Sidharta Gautama, Yesus dari Nazaret, dan Muhammad, semuanya pemimpin karena mereka mempunyai pengikut. James C. Georges, dari ParTraining Corporation, mengatakan bahwa dengan menyingkirkan sesaat persoalan moral di belakangnya, kepemimpinan adalah kemampuan memperoleh pengikut.
Kendati ada banyak definisi mengenai pemimpin dan kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ahli yang dituangkan dalam buku-buku mengenai manajemen dan kepemimpinan, pada akhirnya saya sependapat dengan John C. Maxwell.
Setelah lebih dari empat puluh tahun mengamati kepemimpinan dan bertahun-tahun mengembangkan potensi kepemimpinannya, John C. Maxwell, seorang ahli yang banyak menulis buku dan memberi pelatihan mengenai kepemimpinan sampai pada kesimpulan bahwa Kepemimpinan adalah pengaruh. Dalam bukunya yang lain, John menegaskan sekali lagi bahwa kepemimpinan adalah pengaruh, tidak lebih tidak kurang.
Kebanyakan orang memerikan kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mencapai kedudukan, bukan untuk mendapatkan pengikut. Dengan demikian mereka mengejar kedudukan, pangkat atau jabatan yang setelah berhasil berpikir bahwa mereka sudah menjadi pemimpin. Tipe pemikiran ini menciptakan dua masalah yang umum: Mereka yang memiliki “status pemimpin sering mengalami frustasi, karena kurangnya pengikut, dan mereka yang tidak punya jabatan resmi mungkin tidak melihat dirinya sebagai pemimpin dan dengan demikian tidak mengembangkan keahlian kepemimpinan.
Integritas
Sebuah penelitian telah dilakukan oleh sekolah bisnis, UCLA bekerja sama dengan Korn/Ferry International terhadap sebanyak 1.300 orang eksekutif senior. 70% diantara mereka sependapat bahwa integritas sangat penting untuk memperoleh kesuksesan dalam berbisnis. Sebuah penelitian lainnya dilakukan oleh Center for Creative Research, kesimpulannya adalah bahwa dengan bekerja keras semua orang bisa naik ke posisi tinggi di perusahaan atau organisasi tempat kita berada. Posisi ini bisa kita capai walaupun misalnya banyak tantangan dan kesulitan di hadapan kita. Satu-satunya hal yang akan menghalangi kita menuju posisi puncak adalah kalau kita tidak berbekal integritas.Lalu apa yang dimaksud integritas?
Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan integritas (n) sebagai “mutu, sifat, atau keadaan yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran.”Dengan kata lain, seorang yang mempunyai integritas, adalah seseorang yang kata-kata dan perbuatannya sesuai. Saya adalah diri saya, tidak peduli dimana diri saya atau bersama siapa. Orang yang memiliki integritas adalah orang yang “utuh”; mereka bisa diidentifikasikan dengan kesatuan pikirannya. Orang yang punya integritas tidak punya apapun untuk ditakuti. Kehidupan mereka seperti buku terbuka. Integritas bukanlah apa yang kita lakukan melainkan lebih banyak siapa diri kita. Dan siapa diri kita, pada gilirannya menetapkan apa yang kita lakukan. Sistem norma merupakan sebagian besar dari diri kita yang tidak bisa dipisahkan dengan diri kita. Sistem norma menjadi sistem navigasi yang membimbing manusia, untuk menetapkan prioritas dalam kehidupan dan menilai apa yang akan diterima atau ditolak. Manusia berjuang setiap hari dengan situasi yang menuntut keputusan antara apa yang ingin dilakukan dan apa yang harus dilakukan. Integritas menetapkan aturan dasar untuk memecahkan ketegangan ini.
Integritas sangat penting untuk menjadi seorang pemimpin, bahkan integritas harus dijadikan hal utama. Integritas merupakan dasar untuk membentuk sifat-sifat positif lainnya, seperti rasa hormat, toleransi, kepercayaan, dsb. Kalau integritas sudah lemah, kita tidak mungkin akan menjadi orang berpengaruh atau pemimpin.
Ke dalam Sebagai Sheng, Ke luar Sebagai Raja
Raja Yao, Shun, Yu, Wen, dan Wu adalah contoh pemimpin ideal yang mempunyai sifat kenabian dan kemampuan memimpin sebagai raja. Kepemimpinan mereka dipenuhi dengan zhi (kebijaksanaan) berdasarkan ren (cinta kasih), yi (kebenaran/keadilan/kewajiban), dan li (kesusilaan) karena mereka memimpin sesuai tian ming (Firman Tian) yang diaplikasikan dalam sifat kepemimpinan yang berpihak pada rakyat dan bersumber dari rakyat karena suara rakyat adalah suara Tuhan, seperti disabdakan dalam kitab Mengzi dengan mengutip Shujing (kitab sejarah). “Tuhan melihat seperti rakyatku melihat, Tuhan mendengar seperti rakyatku mendengar.” Bagi mereka kepentingan rakyatlah yang utama di atas kepentingan kelompok atau kepentingan keluarga dan pribadi. Mereka memimpin dalam dao (jalan suci). Para pemimpin ini mendapatkan kedudukannya karena rahmat Tian. Karena berada dalam dao, Tian-lah yang memilih mereka menjadi pemimpin.
Pemimpin nei sheng wai wang adalah pemimpin yang dipenuhi cheng (iman), pemimpin yang sempurna kata dan perbuatannya. Kesempurnaan kata dan perbuatan menunjukkan adanya kepatuhan pada Firman Tian, Tuhan Yang Maha Esa dalam kepemimpinannya.
Dalam kitab Mengzi dikatakan dao adalah satu-satunya kata dan perbuatan. Dengan demikian pemimpin yang berintegritas dalam agama Khonghucu bukan saja kepemimpinan yang berada dalam dao pada suatu saat tertentu, tetapi pemimpin yang berada dalam dao setiap waktu.
Kepemimpinannya dituntun oleh watak sejati yang berada dalam hati nuraninya, yaitu kepemimpinan yang dipenuhi iman, suatu keadaan dimana tindakan pemimpin tersebut tanpa perlu berpikir lagi telah selaras dengan watak sejati (firman Tian) yang berada dalam hati nuraninya. Hal ini ditunjukkan dengan kata ‘sempurnanya kata dan perbuatan’ Dia bisa menempatkan dirinya sebagai pemimpin yang pemimpin.
Pemimpin nei sheng wai wang menyadari ‘kemana angin bertiup ke sanalah rumput akan mengarah’. Sehingga mereka tidak sembarangan dalam berkata-kata, di dalam berkata-kata selalu ingat akan perbuatan, dan di dalam berbuat selalu ingat akan kata-kata. Dia lambat bicara tapi tangkas bekerja. Dia menyadari ‘bila seorang pemimpin berbuat salah, akan laksana gerhana matahari atau bulan. Kesalahan itu akan dilihat semua orang. Tetapi kalau ia mau segera mengubahnya, rakyat akan merasa gembira.’
Kepemimpinan bukanlah semata mengenai kepandaian seseorang, “Seorang yang pandai, meski tidak memegang teguh cinta kasih, mungkin berhasil pula usahanya; tetapi akhirnya pasti hilang pula. Meskipun pandai dan dapat memegang teguh cinta kasih; bila tidak berwibawa, rakyat tidak mau menaruh hormat. Meskipun pandai, teguh di dalam cinta kasih dan berwibawa; bila tindakannya tidak berdasarkan kesusilaan, itu belum sempurna baik.”
Tu Wei Ming, pakar Khonghucu dari Harvard—sekarang menjadi salah seorang penasihat utama pemerintah Tiongkok—mengatakan, “Bukan tanpa humor jika kelompok pemimpin tertarik membicarakan dan mempromosikan Konfusianisme. Tugas pertama mereka adalah mengkaji diri sendiri untuk melihat dapatkah kepemimpinan mereka menjadi teladan.”
Keteladanan adalah sikap kunci dalam kepemimpinan, seperti disabdakan dalam Lunyu, “Bila diri telah lurus, dengan tanpa memerintah, semuanya akan berjalan beres. Bila diri tidak lurus, sekalipun memerintah tidak akan diturut.” Lebih lanjut dalam ayat suci yang lain disabdakan, “Kalau seseorang dapat meluruskan diri, apa sukarnya mengurus pemerintahan? Kalau tidak dapat meluruskan diri, bagaimanakah mungkin meluruskan orang lain?”
Jelas, kepemimpinan adalah tentang keteladanan, keteladanan berkaitan erat dengan integritas seorang pemimpin. Pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang disinari cahaya kebajikan yang berada dalam hati nuraninya. Dengan hadirnya seorang pemimpin yang berintegritas, seorang pemimpin yang menjalankan kepemimpinan berdasarkan cinta kasih, sehingga menjadi ayah bunda rakyat, maka para bawahan akan menyukai kebenaran. Mengzi berkata, “Bila pemimpin berperi cinta kasih, niscaya tiada yang tidak berperi cinta kasih. Bila pemimpin menjunjung kebenaran, niscaya tiada yang tidak berlaku benar.”
Karena kepemimpinan adalah keteladanan, kewajiban utama seorang pemimpin adalah membina dirinya. Dia terus berproses setiap saat karena dia menyadari di dunia ini tak ada yang tetap, kecuali perubahan itu sendiri. Maka dia akan terus membina diri dan membaharui diri serta menjaga dirinya agar baharu selama-lamanya.
Di bawah kepemimpinan nei sheng wai wang, seluruh rakyat akan hidup sejahtera, rukun harmonis, tentram dan bahagia, keharmonisan agung (da tong) akan terwujud; para janda dan duda, para fakir miskin dan rakyat jelata akan terpelihara, para pencuri tidak berani melakukan perbuatannya, barang yang tertinggal tak ada yang akan mengambilnya. Maka kepemimpinan yang berdasarkan kebajikan itu laksana bintang kutub utara tetap di tempatnya dan bintang-bintang lainnya mengelilinginya. Dia bersinar terang, bukan saja pada generasinya tetapi menyinari generasi ke generasi, namanya akan dikenang berlaksa jaman, hasil kepemimpinannya akan dirasakan dalam jangka waktu yang lama.
Pemimpin Tidak Bisa Bekerja Sendiri
Dalam mengangkat pembantu, para pemimpin, peka terhadap keadaan sekitarnya, digambarkan bahwa “mengetahui seorang yang bijaksana tetapi tidak dapat mengangkatnya atau mengangkatnya tetapi terlambat, itulah lalai akan Firman. Mengetahui seorang yang tidak baik tetapi tidak dapat menyingkirkan atau dapat menyingkirkan tetapi tidak sejauh-jauhnya, itulah kesalahan.”
Dalam ayat yang lain disabdakan, “Angkatlah orang-orang yang jujur dan singkirkanlah orang-orang yang curang; dengan demikian niscaya rakyat menurut. Kalau diangkat orang-orang yang curang dan disingkirkan orang yang jujur, niscaya rakyat tidak mau menurut.” Setelah itu menempatkan orang-orang yang sesuai dengan kecakapannya dan memaafkan kesalahan-kesalahan kecil, kemudian mengangkat orang-orang yang bijaksana.Lalu bagaimana kalau belum mendapatkan seorang yang bijaksana dan tidak mengangkat orang yang tidak bijaksana, apa yang mesti dilakukan?
Disabdakan, “Seorang raja yang ingin mengangkat seorang yang bijaksana, bila belum mendapatkannya, hendaklah tetap menghormati kedudukan yang disediakan sehingga menarik orang yang di tempat jauh."
"Bolehkah tidak berhati-hati?"
“Bila orang-orang di kanan kiri mengatakan bahwa seseorang itu bijaksana, janganlah dipercaya begitu saja. Bila para pembesar mengatakan bahwa seseorang itu bijaksana, janganlah dipercaya begitu saja, bila segenap rakyat mengatakan bahwa seseorang itu Bijaksana, maka selidikilah baik-baik. Bila ternyata bijaksana, maka angkatlah dia. Bila di kanan kiri mengatakan bahwa seseorang itu tidak boleh diangkat, janganlah didengarkan. Bila para pembesar mengatakan bahwa seseorang itu tidak boleh diangkat, janganlah didengarkan. Bila segenap rakyat mengatakan bahwa seseorang tidak boleh diangkat, maka selidikilah baik-baik. Bila ternyata memang tidak boleh diangkat, barulah lepaskan dia. Dengan demikian baharulah raja itu patut dinamai ayah-bunda rakyat”
Pemimpin nei sheng wai wang menjadikan pembantunya seperti keempat anggota tubuhnya, bukan sebagai tanah yang dia injak-injak. Dia digambarkan seperti apa yang diteladankan oleh raja Yao mengenai rakyatnya, “Giatkanlah, bimbinglah, betulkanlah, luruskanlah, bantulah dan berilah ‘sayap’ agar masing-masing memiliki pribadinya sendiri dan sadarkanlah pula mereka agar tidak mengalpakan tugas serta selalu berbuat kebajikan.” Begitulah prihatin seorang sheng (nabi) bagi rakyatnya.”
Hubungan antara pemimpin dan pembantu adalah hubungan timbal balik, dan pada prosesnya menempatkan inisiatif ‘kebajikan’ seorang pemimpin di tempat yang pertama agar pembantu dapat menjadi pembantu yang setia. Seorang pemimpin memerintah pembantunya sesuai dengan li (kesusilaan) dan seorang pembantu mengabdi pemimpinnya dengan zhong (kesatyaan).
Pada akhirnya seorang pemimpin nei sheng wai wang memimpin dengan zhi (bijaksana), ren (cinta kasih/kemanusiaan), dan yong (berani).
Pemimpin yang Berintegritas
Pemimpin yang berintegritas adalah pemimpin yang kata-kata dan perbuatannya utuh dan sesuai, kepemimpinannya menunjukkan siapa diri dia sebenarnyaPemimpin yang berintegritas dalam perspektif agama Khonghucu adalah pemimpin nei sheng wai wang, ke dalam sebagai sheng, keluar sebagai raja, yaitu pemimpin yang dalam kepemimpinannya senantiasa dipandu oleh firman Tian, watak sejati yang ada dalam hati nuraninya, yaitu benih-benih cinta kasih, kebenaran, kesusilaan dan kebijaksanaan sehingga dia senantiasa berada dalam dao.
Pemimpin seperti inilah yang diperlukan oleh organisasi yang ingin mencapai kesuksesan, tak terkecuali negara Indonesia yang hendak mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyatnya seperti diamanatkan dalam Pancasila, yang sesuai dengan dao. (bwt)
KOMENTAR