Baru saja umat Khonghucu ditinggalkan oleh dua tokoh, Pak Yuki Halim dan Pak Johanka yang tanpa kenal lelah sejak muda berjuang mempertahankan keyakinan agama dan (sedang/pernah) menjadi ketua MAKIN di daerah masing-masing.
oleh: Uung Sendana Linggaraja
GENTAROHANI.COM—Baru saja umat Khonghucu ditinggalkan oleh dua tokoh, Pak Yuki Halim dan Pak Johanka yang tanpa kenal lelah sejak muda berjuang mempertahankan keyakinan agama dan (sedang/pernah) menjadi ketua MAKIN di daerah masing-masing.
Terima kasih Pak Johanka beserta keluarga atas semua karya dan pengabdian bagi agama, umat dan lembaga. Yakin Tian akan menurunkan berkah berlimpah bagi keluarga.
Terima kasih pula untuk Pak Yuki atas pengabdian yang tulus. Kiranya keluarga akan terus mengenang dan meneruskan cita-cita mulia yang daoqin wariskan.
Saat mengalami peristiwa kepulangan seseorang yang dicintai menyisakan kepedihan dan berbagai tanya dalam hati. Terlebih bila orang yang kita cintai terasa begitu baik dan perhatian, berpulang dengan tiba-tiba. Pak Johanka dan Pak Yuki Halim adalah orang-orang baik, banyak orang akan mengenang dan kehilangan.
Duka yang kita rasakan bukanlah kekhawatiran akan terjadi hal buruk pada arwah yang berpulang, karena kita yakini Tian melindungi kebajikan dan Maha Kokoh Hukumnya, kita yakini dalam doa dan harapan kita ling dan hun-nya akan berpadu harmonis dan pada akhirnya bersatu dengan Tian (Pei Tian).
Duka yang kita rasakan adalah karena kita tak dapat lagi bertemu, tak dapat lagi merasakan sentuhan jemari, tak dapat lagi merasakan pelukan hangat, tak dapat lagi bercengkrama, tak dapat lagi berbagi cerita, tak dapat lagi bertengkar, tak dapat lagi berbagi kasih, dan tak dapat lagi mengukir momen suka dan duka bersama.
Dalam simpul yang lain, kita rasakan bahwa kita belum cukup melakukan yang terbaik bagi orang yang kita kasihi, banyak hal yang semestinya dapat diberikan kepada orang yang kita kasihi, banyak hal yang tidak semestinya kita lakukan, banyak janji-janji yang kita rajut dan harapan yang kita ingin gapai belum terwujud, ada penyesalan, ada ke tak berdayaan. Ada ungkapan cinta dan ungkapan kasih yang ingin dipenuhkan karena belum terpenuhkan.
Pada momen seperti inilah pentingnya spiritualitas dan iman.
Sebagai umat Khonghucu saat menghadapi peristiwa duka, tidak mempertanyakan mengapa peristiwa ini terjadi dan tidak pula mencoba lebih jauh mengungkit apa penyebabnya pada kesalahan atau peristiwa masa lalu. Tidak mencoba mencari karma yang dilakukan pada masa lalu, apalagi menyalahkan kelalaian atau keterlambatan yang disebabkan diri sendiri dan orang lain.
Sebagai umat Khonghucu tidak berkeluh gerutu pada Tian, tidak sesal penyalahan pada diri sendiri dan orang lain. Menerima peristiwa ini dalam kelurusan bahwa mati hidup adalah firman. Semua yang terjadi adalah atas Firman Yang Maha Kuasa.
Kita takzim dalam kelurusan. Toh setiap manusia pasti mencapai garis akhir perjalanan hidup di dunia dan hidup abadi di alam sana, yang tetap kita rasakan kehadirannya dalam batin.
Untuk menggenapkan untaian hubungan agar terpatri abadi dalam batin dan memenuhkan yang belum terpenuhkan, kita ungkapkan dalam upacara persembahyangan dan doa—baik lengkap dengan sajian, sajian sekedarnya, maupun tanpa sajian—dengan tata upacara yang selaras dengan ungkapan rasa kasih dari dalam diri.
Semua upacara akan sempurna saat dilakukan dengan kemurnian hati.
Dengan demikian kita telah memberi pelayanan yang sempurna sesuai kesusilaan pada orang yang kita kasihi, baik pada saat dia hidup, saat berpulang dan saat dia telah jauh. Apa yang kita lakukan akan lebih memberi arti bagi kehidupan bukan hanya pada yang telah mendahulu.
Maka peristiwa duka ini akan memberi arti istimewa pada penerus. Terlebih lagi dalam untai keteladanan yang menyambungkan tali kasih generasi ke generasi.
Selamat jalan Pak Johanka.
Selamat Jalan Pak Yuki.
Selamat jalan para pejuang.
Cita mulia daoqin akan bergelora di hati penerus.
Tian Bao. (bwt)
Renungan ayat: Lunyu II: 5, Lunyu XII: 8, Lunyu XII: 5, Mengzi VIIA: 2. Lunyu XIV: 35
KOMENTAR