Sebuah kisah nyata, bagian pertama.
oleh: Etno Frandy |

GENTAROHANI.COM—Sejak terlahir di dunia ini, saya memiliki wajah yang kurang enak dipandang. Orang berkata wajah saya jelek. Tapi, saya tidak percaya begitu saja, saya coba bercermin, lihat dari depan, samping kiri dan kanan, ternyata pendapat orang itu betul adanya. Untuk menyakinkan diri lagi, saya bercermin dengan kaca yang lebih besar lagi. Kok sama saja tidak ada perubahan. Tetap jelek.
Sedih memang. Memiliki wajah jelek, sering dilecehkan orang.
Kamu ini anak pungut ya?
Orang tuamu ganteng dan cantik, kenapa wajahmu jelek?
Setiap kali orang yang berkata begitu, saya marah memukul, menggigit, dan melempar apapun ke orang tersebut. Pernah suatu ketika Phopho saya bilang adik saya cantik, tapi kokonya jelek. Saya marah, lalu jempol kaki Phopho saya gigit. Sampai meninggal, bekas gigitan saya masih ada.
Saya sering menangis. Berdoa dan bersembahyang. Kepada Tian dan Dewi Kwan Im, satu permintaan saya, saya ingin ganteng dan memiliki hidung mancung. Masalah saya, kata orang hidung saya mancung ke dalam.
Saya tidak menyerah. Saya urut hidung dengan minyak, bahkan balsam. Bukannya tambah mancung, hidung saya sakit dan memerah. Kata orang pakai jepitan jemuran, saya pakai. Bukannya mancung, sakitnya luar biasa. Doa dan sembahyang diiringi tangisan terus dilakukan, saya yakin Tian dan Dewi Kwan Im sudah bosan mendengar permintaan saya.
Saya sering menangis. Berdoa dan bersembahyang. Kepada Tian dan Dewi Kwan Im, satu permintaan saya, saya ingin ganteng dan memiliki hidung mancung. Masalah saya, kata orang hidung saya mancung ke dalam.
Saya tidak menyerah. Saya urut hidung dengan minyak, bahkan balsam. Bukannya tambah mancung, hidung saya sakit dan memerah. Kata orang pakai jepitan jemuran, saya pakai. Bukannya mancung, sakitnya luar biasa. Doa dan sembahyang diiringi tangisan terus dilakukan, saya yakin Tian dan Dewi Kwan Im sudah bosan mendengar permintaan saya.
Kenapa mereka tidak mengabulkan doa saya?
Kenapa?
Dalam kitab Daxue VII, 2 berbunyi:
Dalam kitab Daxue VII, 2 berbunyi:
Hati yang tidak pada tempatnya, sekalipun melihat takkan tampak, meskipun mendengar takkan terdengar, dan meski makan takkan merasakan.
Kalau kita dihinggapi perasaan gembira, marah, sedih, senang, kita tidak akan bisa melihat, mendengar atau merasakan sesuatu dengan objektif. Sifat-sifat tersebut harus tetap tengah, agar kita bisa tetap harmonis.
Wajah jelek itu takdir, tapi nasib ada di tangan kita. Saya sekarang tidak melihat itu jelek, tapi suatu keunikan. Yang tidak dimiliki orang lain, sangat limited edition. Tian menciptakan saya yang unik, yang menurut dia sangat sempurna. Bukan, menurut orang lain, yang mempunyai keterbatasan dalam melihat. Tian Maha Penyayang, Maha Tahu, Maha Adil dan Bijaksana.
Bagaimana bisa manusia mahluk ciptaan Tian, akan lebih tahu dari sang penciptanya? Dan berani mengatakan Tian tidak adil dan tidak sayang kepadanya?
Sejak mengenal ajaran Nabi Kongzi, saya berubah total. Dulu seorang yang tidak percaya diri, menyalahkan orang lain dan Tian, takut kepada perempuan, dll.
Sejak mengenal ajaran Nabi Kongzi, saya berubah total. Dulu seorang yang tidak percaya diri, menyalahkan orang lain dan Tian, takut kepada perempuan, dll.
Kini saya bersyukur mendapat wajah jelek, karena suatu berkah dari Tian.
Bagaimana ceritanya sampai demikian?
Nantikan tulisan berikutnya. (bwt)
Buah manis mangga golek,
dikupas taruh di atas meja.
Jangan takut berwajah jelek,
tetap semangat pintar kerja.
Buah manis mangga golek,
dikupas taruh di atas meja.
Jangan takut berwajah jelek,
tetap semangat pintar kerja.
KOMENTAR