Di empat penjuru lautan, semuanya saudara. Ayat ini sering didengar, apakah kita sudah memahami arti sesungguhnya?
oleh: Uung Sendana Linggaraja |
Dengan sedih Sima Niu berkata, "Orang lain mempunyai saudara, namun aku sebatang kara."Zi Xia berkata, "Apa yang Siang (Zi Xia) pernah dengar demikian, 'Mati hidup adalah Firman. Kaya mulia adalah pada Tian. Seorang Junzi selalu bersikap sungguh-sungguh, maka tiada khilaf. Kepada orang lain bersikap Hormat dan Susila. Di empat penjuru lautan, semuanya saudara. Mengapakah seorang Junzi merana karena tidak mempunyai saudara?'"—Lunyu XII: 5
Tentu saja tak mengherankan, pada hakikatnya semua manusia bersaudara karena dilahirkan dari orang tua yang ke atas terhubung dengan kakek-nenek, buyut, para leluhur dan pada akhirnya terhubung dengan Huang Tian Shang Di, Tuhan Yang Maha Besar, Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta (Qian) sekaligus Sang Penerima (Kun) melalui berlakunya hukum Yin Yang.
Huang Tian Shang Di, Sang Pencipta dan Sang Penerima adalah awal dan akhir segala sesuatu, asal mula dan tempat menuju segala sesuatu melalui proses perubahan dan peleburan. Segala sesuatu terhubung, tak terkecuali manusia. Di empat penjuru lautan, semua manusia bersaudara. Demikianlah umat Khonghucu mempunyai keyakinan dan iman atas kehadirannya di atas dunia ini.
Simbolisasi Pencipta dan Penerima digambarkan dalam Gua (Hexagram) ke-1 dan ke-2 Kitab Yijing diikuti dengan perubahan dan peleburan terus menerus yang digambarkan dalam 62 Gua lain.
Ayat ini bukan hanya membahas mengenai 'di empat penjuru lautan, semua manusia bersaudara' tapi juga mengenai mati, hidup, kaya dan mulia serta sikap yang harus dimiliki oleh seorang umat Khonghucu sehingga mampu hidup bahagia tak merasa merana terkucilkan.
Dalam memandang kehidupan dan kematian, umat Khonghucu menerima sebagai firman. Hidup dan mati adalah takdir Tian, tak ada seorangpun dapat menolak, tapi bagaimana dia hidup dan bagaimana dia mati acapkali merupakan akibat serangkaian keputusan yang dia dan orang lain buat sepanjang hidup.
Dalam menyikapi kekayaan dan kemuliaan, umat Khonghucu tidak menempatkannya dalam posisi tertinggi, tapi akan terus berupaya mendapatkan dengan dao (Jalan Suci), tidak melanggar kebenaran. Mengenai hasilnya tidak terlepas dari dan menyerahkan sepenuhnya pada Tianming (kehendak Tian). Manusia terus berusaha tanpa abai pada yang pokok yang harus dipegang teguh dalam kehidupan ini.
Iman dan keyakinan yang dimiliki tidak dimaknai sebagai kepasifan dan kepasrahan total apalagi dengan sikap fatalisme. Iman dan keyakinan pada takdir dan kehendak Tian dimaknai dengan upaya hidup lurus dalam dao, yaitu menjalankan kehidupan yang dipenuhi kebajikan yang akan dapat mengubah nasib karena hanya kebajikan yang berkenan pada Tian.
Dengan demikian, dalam setiap langkah dan upayanya, umat Khonghucu senantiasa bersungguh-sungguh, sehingga terhindar dari khilaf. Dia bertanggung jawab atas anugerah kehidupan yang telah dilimpahkan Tian pada dirinya melalui orang tua. Dia tak mau menyia-nyiakan kehidupan dengan sikap asal-asalan dan minimalis yang mencederai tanggung jawabnya sebagai manusia mulia.
Karena kesadaran bahwa dia adalah makhluk sosial yang hidup bersama sesamanya, umat Khonghucu senantiasa bersikap hormat dan susila. Dia menyadari bahwa menghormati sesama manusia menunjukkan penghargaan atas hakikat keberadaan manusia yang bersumber dari Sang Pencipta dan Sang Penerima seperti dirinya. Sikap hormat pada sesama manusia memungkinkan dia mampu hidup di mana pun, kapanpun, dan dengan siapapun.
Sikap hormat ini mewujud dalam kerendahan hati dan sikap susila pada sesama dan lingkungannya yaitu menghargai peran, fungsi, kedudukan, kebiasaan, tradisi, adat istiadat, budaya, di mana pun, kapanpun, dan dengan siapapun dia menjalani kehidupan.
Dari cara pandang ini kita dapat mengerti, secara mikrokosmis, manusia adalah pencipta dan penerima. Manusia tidak bersikap pasif-fatalis dalam menjalankan kehidupannya. Namun bersikap aktif-proaktif dalam memenuhi takdir dan mengubah nasibnya.
Manusia berupaya/berusaha dan berpasrah/berserah diri.
Yin Yang.
Di satu pihak beriman dan berserah diri pada takdir dan kehendak Tian, di lain pihak menjalankan kehidupan menapaki dao dalam upayanya menjalankan kewajiban sebagai makhluk individu dan makhluk sosial yang mulia.
Melalui cara hidup demikianlah manusia akan mampu hidup dengan sesamanya sebagai saudara dengan dipenuhi kebahagiaan dan kepuasan. Dapat merasakan bahwa dia tidak hidup merana seorang diri karena di empat penjuru lautan semua manusia bersaudara. (bwt)
Lunyu XII: 5, Lunyu XV: 6, Da Xue X: 7, Mengzi VIIA: 3, Yi Jing Gua 1 dan 2.
KOMENTAR