oleh: Uung Sendana Linggaraja | GENTAROHANI.COM— Saat kita sedang mengalami peristiwa duka, seringkali mengalami kebingungan men...
oleh: Uung Sendana Linggaraja |
GENTAROHANI.COM—Saat kita sedang mengalami peristiwa duka, seringkali mengalami kebingungan mengenai peralatan dan perlengkapan untuk upacara perkabungan yang wajib disediakan.
Ditinjau dari aspek pembiayaan, bagi orang yang cukup berada mungkin tidak menjadi masalah, tapi sebaliknya bagi orang yang kurang berada bisa jadi akan menimbulkan masalah.
Peralatan dan perlengkapan upacara perkabungan serta segala hal yang berkaitan dengan suasana duka sekarang ini telah banyak ditinggalkan oleh orang-orang Tionghoa yang notabene pada dasarnya menjalankan atau meyakini tradisi, adat istiadat dan agama Konghucu. Misalnya saja dalam hal berpakaian, lama perkabungan, sikap selama perkabungan, sajian, cara memberi hormat, mendengarkan musik, berakhirnya perkabungan, pemeranan almarhum, dan lain-lain.
Segala kebingungan yang terjadi tak terlepas dari perkembangan dan interaksi berbagai tradisi, adat istiadat dan keyakinan agama yang berbeda selama lebih kurang 2000 tahun dalam perjalanan sejarah orang-orang Tionghoa.
Tentu saja kebingungan terjadi karena masing-masing agama sebagai akar tradisi dan adat istiadat tidaklah sama, tapi karena ketidaktahuan dan kesengajaan—karena misi agama—seringkali disama-samakan. Misalnya saja dalam hal maksud dan tujuan persembahyangan yang sangat berkaitan dengan keyakinan pada 'afterlife' (setelah kehidupan) yang diajarkan dalam Ru Jiao (Agama Konghucu) berbeda dengan Dao Jiao (Dao) atau Fo Jiao (Buddha), berbeda pula dengan Ji Du Jiao (Kristen), Tian Zhu Jiao (Katolik), atau Yi Si Lan Jiao/Hui Jiao (Islam).
Dalam kebingungan tersebut acapkali ajaran Konghucu dipersalahkan. Nabi Kongzi dan para Nabi dalam Ru Jiao 'direndahkan' sebagai penyebab segala macam kerepotan yang terjadi sehingga ajarannya 'harus' ditinggalkan dan digantikan dengan ajaran yang lebih baru.
Dalam situasi membingungkan ini, ke mana kita mesti bertanya?
Sumber utama yang dapat kita gali dan jadikan pegangan tentu saja ajaran yang dibawakan oleh para Sheng (nabi, orang suci) yang berkompeten dalam mengajarkan Tian Dao (Jalan Suci Tian), Di Dao (Jalan Suci Alam Semesta) dan Ren Dao (Jalan Suci Manusia).
Ajaran para sheng ini sekarang tidak dapat kita dengarkan langsung dari para nabi tersebut, tapi dapat kita gali dari Kitab Suci.
Sebagai seorang penganut Ru Jiao (Agama Konghucu), Kitab Suci yang dapat kita jadikan acuan dan pegangan adalah Kitab Suci kita yaitu Sishu Wujing. Sehingga kita memahami mana yang pokok dan mana yang pinggiran. Bukan mengacu pada jawaban orang-orang yang belum tentu sudah 'tamat' membaca keseluruhan Kitab Sishu Wujing lalu mengatakan ajaran/agama Konghucu tidak lengkap dan berupaya mencampuradukkan dengan ajaran lain yang justru semakin menimbulkan kebingungan.
Oleh karena itu, marilah kita akhiri kebingungan kita mengenai peralatan dan perlengkapan untuk upacara perkabungan dengan membaca dua ayat yang terdapat dalam kitab suci kita.
Zi You bertanya tentang peralatan yang wajib disediakan untuk upacara perkabungan.
Nabi bersabda, "Wajib disediakan sesuai kemampuan keluarga."
Zi You berkata, "Bagaimanakah keluarga yang mampu dan tidak mampu dapat melakukan hal yang sama?"
Nabi menjawab, "Yang mampu jangan melampaui ketentuan Kesusilaan, yang tidak mampu cukup sekedar tubuhnya ditutup dari kepala sampai kaki dan selanjutnya dimakamkan. Peti jenazah cukup diturunkan dengan tali. Dengan demikian siapakah yang akan menyalahkan?"—Liji IIA Tan Gong III: 17
Lin Fang bertanya tentang Pokok Kesusilaan.
Nabi menjawab, "Sungguh sebuah pertanyaan besar. Di dalam upacara, daripada mewah menyolok, lebih baik sederhana. Di dalam upacara duka, daripada meributkan perlengkapan upacara, lebih baik ada rasa sedih yang benar."—Lunyu III: 4
Tapi jangan salah, hal ini bukan berarti tata cara itu tidak penting. Tata cara itu penting.
Ji Zi-cheng berkata, "Seorang Junzi itu hanya perlu menjaga kemurnian hatinya. Maka, apa perlunya segala tata cara?"
Zi Gong berkata, "Mengapakah tuan melukiskan seorang Junzi demikian? Sungguh sayang! Kata-kata yang telah lepas itu empat ekor kuda tidak dapat mengejar. Sesungguhnya tatacara itu harus selaras dengan kemurnian hati, dan kemurnian hati itu harus mewujud di dalam tata cara. Ingatlah kulit harimau dan macan tutul, bila dihilangkan bulunya takkan banyak berbeda dengan kulit anjing dan kambing."—Lunyu XII: 8
Nabi Kongzi adalah seorang Da Cheng Zhi Sheng (Yang Besar, Lengkap dan Sempurna). Beliau adalah Guru Agung Sepanjang Masa tempat kita bersandar dan menuntun kita hidup dalam dao (Jalan Suci). (bwt)
------------------------------------------------------------------
Baca pula: Liji IIB: Tan Gong II: 16
KOMENTAR