Zhu Xi dan Wang Yang Ming telah menjadikan ajaran Konghucu hidup lebih kokoh, lebih meluas, dan lebih lama. Tulisan ini terbagi menjadi dua artikel.
diterjemahkan oleh: Chew Kong Giok |
GENTAROHANI.COM—Sesudah Nabi Kongzi, Rasul Mengzi, dan Xun Zi, maka kemudian tumbuh subur “Ratusan Sekolah” dan pada zaman yang berbeda-beda, ajaran Konghucu dikalahkan oleh aliran legalisme, Taoisme dan Buddhisme. Namun ini tidak berlangsung lama sampai seribu tahun kemudian, karena pada zaman dinasti Song, muncul kembali kebangkitan ajaran Konghucu dalam sebuah bentuk yang baru, yang kita kenal sekarang sebagai “Neo-Confucianisme”.
Pada Zaman Dinasti Song (960 M–1279 M) muncul Zhu Xi, dan pada masa dinasti Ming (1368 M–1644 M) muncul Wang Yang Ming. Kedua cendekiawan ini telah menjadikan ajaran Konghucu hidup lebih kokoh, lebih meluas, dan lebih lama.
Tulisan ini adalah bagian kedua dari dua tulisan.
Pada suatu hari ketika ia berusia sebelas tahun, ia mendengarkan kakeknya membaca puisi dengan sekelompok para sesepuh dan sejak itu ia belajar menyusun puisi. Suatu kesempatan dalam kegiatan itu Wang Yang Ming ikut serta dengan membacakan karya puisinya:
Pada kesempatan yang lain ia bertanya kepada guru privatnya (guru kursus di rumahnya): “Apa yang paling penting dalam hidup ini?”
Dalam mengikuti doktrin Zhu Xi tentang penelitian hakikat tiap perkara ini, ia dan teman-temannya duduk di depan pohon bambu untuk mencoba meneliti prinsip-prinsipnya. Beberapa hari dan beberapa malam ia dengan teman-temannya berusaha, berpikir dengan keras dan mendalam, mencoba masuk ke dalam semangat pohon bambu itu untuk memahami hukum-hukumnya (Li 理). Setelah 7 hari Wang Yang Ming jatuh sakit, dan tidak mencapai hasil atau gagal.
Idenya itu terus menerus mengganggunya sampai pada suatu hari, pada waktu suatu masa kritis dalam hidupnya, tiba-tiba datang “pencerahan” kepadanya. Ia sadar bahwa prinsip itu terdapat didalam dirinya dan berkata: “Watak Sejatiku, sudah pasti benar-benar mencukupi. Saya salah mencari prinsip-prinsip itu di luar diri saya.”
Kehidupan Wang Yang Ming (1472 M–1529 M)
Wang Yang Ming lahir pada tahun 1472 di Zhijiang. Ia adalah anak yang luar biasa. Konon ia tidak dapat berbicara sampai usia 6 tahun.Pada suatu hari ketika ia berusia sebelas tahun, ia mendengarkan kakeknya membaca puisi dengan sekelompok para sesepuh dan sejak itu ia belajar menyusun puisi. Suatu kesempatan dalam kegiatan itu Wang Yang Ming ikut serta dengan membacakan karya puisinya:
Karena gunung itu dekat dan bulan itu jauh.Kita beranggapan bahwa gunung itu lebih besar dari bulan.Tetapi jika manusia mempunyai mata sebesar langit.Ia akan melihat bahwa bulan itu besar dan gunung itu kecil
Kakeknya dan teman-temannya sangat terkesan sekali dengan kemampuan imajinasinya dan tulisannya pada usia yang sedemikian muda.
Pada kesempatan yang lain ia bertanya kepada guru privatnya (guru kursus di rumahnya): “Apa yang paling penting dalam hidup ini?”
Ketika itu sang guru menjawab bahwa dalam hidup ini hal yang paling penting adalah belajar dan lulus ujian negara.
Ia berkomentar dan menjawab: “Mencapai sukses untuk lulus ujian bukanlah hal yang paling penting. Barangkali hal yang paling penting adalah belajar untuk menjadi seorang bijaksana.”
Dari sini kita dapat melihat bahwa sama seperti Zhu Xi, Wang Yang Ming pada usia muda telah memahami tentang pentingnya keutamaan hidup yang bermoral dan pentingnya menjadi seorang bijaksana.
Dari sini kita dapat melihat bahwa sama seperti Zhu Xi, Wang Yang Ming pada usia muda telah memahami tentang pentingnya keutamaan hidup yang bermoral dan pentingnya menjadi seorang bijaksana.
Walaupun kenyataannya Wang Yang Ming lahir sebagai anak yang luar biasa, tetapi dalam usia dewasanya ia tidak sukses. Ia bekerja keras untuk menjadi orang bijaksana, tetapi tidak punya seorang guru yang mampu memberi semangat untuk membimbingnya. Ia belajar ilmu silat, keterampilan militer, dan berharap dapat menjadi seorang serdadu tetapi karena ia masih terlalu muda tidak diterima jadi serdadu. Ia mencoba mengikuti ujian negara sampai dua kali dan kedua-duanya gagal. Bagaimanapun ia selalu berusaha keras dan mencoba hal-hal yang lain.
Kemudian, ketika ia sedang mempelajari sebuah karya tulis Zhu Xi, baru ia sadar bahwa apa yang ia kerjakan selama ini adalah salah. Zhu Xi menulis bahwa cara belajar yang benar adalah mulai dari yang paling sederhana dan terus maju sampai kepada yang lebih sulit, serta mengikuti proses yang benar, mengikuti program dengan baik dan seimbang.
Kemudian, ketika ia sedang mempelajari sebuah karya tulis Zhu Xi, baru ia sadar bahwa apa yang ia kerjakan selama ini adalah salah. Zhu Xi menulis bahwa cara belajar yang benar adalah mulai dari yang paling sederhana dan terus maju sampai kepada yang lebih sulit, serta mengikuti proses yang benar, mengikuti program dengan baik dan seimbang.
Ia menyadari bahwa nafsu yang besar dalam belajar sesungguhnya akan menuntun kepada pemikiran yang plin-plan, tanpa pengertian yang benar tentang intisari dalam belajar, terlalu banyak keinginan sehingga tidak fokus, menjadikan cita-citanya tak satupun tercapai penuh.
Keteguhan dan keras kepala adalah berbeda, sifat keras kepala menjadikan merasa benar sendiri. Semangat dengan Nafsu adalah berbeda, semangat pun jika tanpa fokus pada tujuan akan menjadikan kegagalan.
Ia kemudian mencoba mencari intisari dari Ru Jiao ini, dan ini yang dimaksud dalam meneliti (hakikat) segala hal. Jadi selama ini ia salah dalam menginterpretasikan tentang meneliti (ge 格) tentang moral, di mana ia hanya meneliti segala hal yang di luar dirinya dan ternyata itu belum seutuhnya menyeluruh dari manusia.
Semua itu baru bagian luar yang disebut lahiriah atau duniawi. Meneliti dalam pengertian (ge 格) adalah meneliti tentang intisari HUKUM segala hal termasuk hukum yang ada di dalam diri (batin). Akhirnya ia kembali mencoba meneliti ke bagian inner dari diri pribadinya.
Namun ini pun masih banyak mengalami kebingungan karena ternyata di bagian dalam manusia dalam hal ini adalah HATI memiliki faktor baik dan buruk, kembali ia mengalami gagal dalam memahami intisari dari Ru. Intuitif juga memiliki dua sisi.
Pada usia 28 tahun akhirnya ia lulus ujian negara dan memulai hidupnya sebagai seorang pejabat pemerintah. Kemudian ia menjadi seorang jendral angkatan darat, karena pengetahuannya sangat luas tentang strategi militer. Ia berhasil memadamkan sejumlah pemberontakkan dan memecahkan masalah-masalah kejahatan di wilayah pemerintahannya.
Sungguh pun Wang Yang Ming merupakan pejabat pemerintah yang sangat aktif dan sebagai seorang jenderal, tetapi ia juga memperhatikan pula di bidang pendidikan seperti Zhu Xi, namun tidak semaksimal seperti Zhu Xi. Ia banyak memberikan ceramah dan kuliah-kuliah dan menjadi guru yang terkenal dan dihormati walaupun bukan sebagai guru tetap. Hidup lahiriahnya sukses tetapi tentang pemahaman intisari moral, sampai saat ini masih menjadi pertanyaan, apakah ia bisa dianggap sebagai orang Bijaksana ?
Pada usia 28 tahun akhirnya ia lulus ujian negara dan memulai hidupnya sebagai seorang pejabat pemerintah. Kemudian ia menjadi seorang jendral angkatan darat, karena pengetahuannya sangat luas tentang strategi militer. Ia berhasil memadamkan sejumlah pemberontakkan dan memecahkan masalah-masalah kejahatan di wilayah pemerintahannya.
Sungguh pun Wang Yang Ming merupakan pejabat pemerintah yang sangat aktif dan sebagai seorang jenderal, tetapi ia juga memperhatikan pula di bidang pendidikan seperti Zhu Xi, namun tidak semaksimal seperti Zhu Xi. Ia banyak memberikan ceramah dan kuliah-kuliah dan menjadi guru yang terkenal dan dihormati walaupun bukan sebagai guru tetap. Hidup lahiriahnya sukses tetapi tentang pemahaman intisari moral, sampai saat ini masih menjadi pertanyaan, apakah ia bisa dianggap sebagai orang Bijaksana ?
Ajaran-ajarannya
Wang Yang Ming sangat mengagumi Zhu Xi dan mempelajari ajaran-ajarannya. Terutama ia terkesan dengan teori Zhu Xi bahwa pembinaan moral meliputi “Penelitian Hakikat Tiap Perkara”.Dalam mengikuti doktrin Zhu Xi tentang penelitian hakikat tiap perkara ini, ia dan teman-temannya duduk di depan pohon bambu untuk mencoba meneliti prinsip-prinsipnya. Beberapa hari dan beberapa malam ia dengan teman-temannya berusaha, berpikir dengan keras dan mendalam, mencoba masuk ke dalam semangat pohon bambu itu untuk memahami hukum-hukumnya (Li 理). Setelah 7 hari Wang Yang Ming jatuh sakit, dan tidak mencapai hasil atau gagal.
Idenya itu terus menerus mengganggunya sampai pada suatu hari, pada waktu suatu masa kritis dalam hidupnya, tiba-tiba datang “pencerahan” kepadanya. Ia sadar bahwa prinsip itu terdapat didalam dirinya dan berkata: “Watak Sejatiku, sudah pasti benar-benar mencukupi. Saya salah mencari prinsip-prinsip itu di luar diri saya.”
Karena Wang Yang Ming berusaha mengembangkan teorinya sendiri yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Zhu Xi tentang ‘meneliti hakikat tiap perkara’. Ia berkata bahwa orang dapat dengan mudah mengkonsentrasikan dirinya pada hatinya.
Dalam teori Wang Yang Ming ini, Hati adalah pikiran dan perasaan hati. Ia mengajarkan bahwa seseorang harus membina hati nuraninya dengan latihan-latihan dalam dirinya sendiri dengan fokus pada pikiran tenang dan perasaan hatipun terkontrol, dan dari sana akan menemukan serta memahami Li 理 bagaimana semangat energi hidup dapat mengenal watak sejati. yang ada di dalam diri kita.
Ia menuntut bahwa hanya hal yang perlu dalam kegiatan moral adalah menumbuhkan ‘kebaikan kodrati’ dari hati dan pikiran. Seperti Mengzi, Wang Yang Ming berkata bahwa terdapat kebaikan di dalam kodrat watak sejati kita yang membuat kita dapat membedakan apa yang baik dari yang buruk, apa yang benar dari yang salah. Oleh karena itu ia mengajar rakyat untuk mengendalikan nafsu-nafsu yang mementingkan diri sendiri agar kebaikan menjadi bercahaya.
Wang Yang Ming juga menekankan bahwa pengetahuan dan praktek tak dapat dipisahkan. Ia menyebutnya ini “kesatuan pengetahuan dan tindakan” ( 知行合 zhī xíng hé) . Ia menyesali kenyataan bahwa masyarakat menuntut untuk tahu tentang Bakti dan menyayangi saudara, tetapi gagal untuk menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Baginya seseorang dapat dikatakan mengerti kedua nilai-nilai ini jika seseorang sudah benar-benar menjalankan.
Ia memberi tekanan bahwa ‘pengetahuan merupakan pembimbing bagi perbuatan dan perbuatan merupakan karya dari pengetahuan’.
Kita tahu bahwa seseorang yang bermoral bukanlah seseorang yang hanya paham dan mengerti saja, tetapi lebih baik seseorang yang mempraktekkan cara hidup yang bermoral dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang menjadi intisari dari ajaran Wang Yang Ming.
Ia menasihatkan murid-muridnya untuk tidak hanya menjadi pendengar tetapi juga mempraktekkan apa yang mereka pelajari. Ia meminta para muridnya: kebulatan tekad, tujuan yang kuat, melatih diri, dan menguasai diri. Mereka harus selalu berbuat sesuatu agar terlatih dalam menghadapi masalah-masalah aktual dalam kehidupan ini. Ia berkata bahwa realisasi diri tidak dapat diajarkan. Muridlah yang pertama-tama harus mempunyai kemauan sendiri untuk berusaha menjalankan proses ini.
Seperti Zhu Xi, Wang Yang Ming pun memberikan suatu sumbangan bagi pemikiran China. Gagasan-gagasannya, yang mana terus berkumandang berabad-abad lamanya sesudah ia meninggal dunia, mendominasi China selama masa hidupnya dan 150 tahun sesudahnya, ajaran-ajarannya tetap menarik untuk didiskusikan bahkan sampai sekarang. (bwt)
(Diterjemahkan dari Rencana kurikulum Buku Pelajaran Etika Confucius untuk Sekolah-sekolah di Singapore)
Wang Yang Ming juga menekankan bahwa pengetahuan dan praktek tak dapat dipisahkan. Ia menyebutnya ini “kesatuan pengetahuan dan tindakan” ( 知行合 zhī xíng hé) . Ia menyesali kenyataan bahwa masyarakat menuntut untuk tahu tentang Bakti dan menyayangi saudara, tetapi gagal untuk menjalankannya dalam kehidupan sehari-hari. Baginya seseorang dapat dikatakan mengerti kedua nilai-nilai ini jika seseorang sudah benar-benar menjalankan.
Ia memberi tekanan bahwa ‘pengetahuan merupakan pembimbing bagi perbuatan dan perbuatan merupakan karya dari pengetahuan’.
Kita tahu bahwa seseorang yang bermoral bukanlah seseorang yang hanya paham dan mengerti saja, tetapi lebih baik seseorang yang mempraktekkan cara hidup yang bermoral dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang menjadi intisari dari ajaran Wang Yang Ming.
Ia menasihatkan murid-muridnya untuk tidak hanya menjadi pendengar tetapi juga mempraktekkan apa yang mereka pelajari. Ia meminta para muridnya: kebulatan tekad, tujuan yang kuat, melatih diri, dan menguasai diri. Mereka harus selalu berbuat sesuatu agar terlatih dalam menghadapi masalah-masalah aktual dalam kehidupan ini. Ia berkata bahwa realisasi diri tidak dapat diajarkan. Muridlah yang pertama-tama harus mempunyai kemauan sendiri untuk berusaha menjalankan proses ini.
Seperti Zhu Xi, Wang Yang Ming pun memberikan suatu sumbangan bagi pemikiran China. Gagasan-gagasannya, yang mana terus berkumandang berabad-abad lamanya sesudah ia meninggal dunia, mendominasi China selama masa hidupnya dan 150 tahun sesudahnya, ajaran-ajarannya tetap menarik untuk didiskusikan bahkan sampai sekarang. (bwt)
(Diterjemahkan dari Rencana kurikulum Buku Pelajaran Etika Confucius untuk Sekolah-sekolah di Singapore)
KOMENTAR